Puasa, Perisai Diri dan Tangga Menujut Takwa

602

Oleh: Dr. Muslich Taman  

Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitabnya Zaadul Maad menjelaskan bahwa puasa mempunyai peran yang sangat besar dalam pemeliharaan diri setiap muslim, zhahir maupun batin, raga maupun jiwa. Puasa mampu mengobati berbagai macam penyakit, jasmani dan rohani sekaligus.

Sebagaimana juga dituliskan Abdul Jawwad As-Shawi dalam bukunya Terapi Puasa, bahwa Ibnu Sina berpandangan, puasa dapat menjadi obat untuk segala penyakit. Ibnu Sina sebagai ilmuwan Islam yang banyak mendalami bidang kedokteran, penemuan-penemuannya telah menjadi kontribusi terbaik bagi dunia kesehatan hingga saat ini.

Pandangannya banyak menjadi rujukan bagi pengembangan dunia kedokteran modern. Dan terbukti, semakin maju capaian ilmu pengetahuan, justeru semakin mengakui keagungan manfaat dari ibadah puasa, seperti yang telah dia jelaskan sebelumnya.

BACA JUGA: Menyoal Pelakor, Bagaimana Agar Tak Dekati Rumah Kita?

Menurut berbagai hasil riset, dinyatakan bahwa puasa dapat memprogram ulang sistem kekebalan tubuh yang rusak, terutama pada pasien kemoterapi atau gangguan autoimun. Ketika berpuasa, sistem dalam tubuh manusia akan menghemat energi dengan mendaur ulang banyak sel imunitas yang telah rusak atau tidak diperlukan.

Puasa membuat tubuh mengolah cadangan glukosa, lemak, dan keton. Yang pada akhirnya, proses ini akan merusak sel darah putih yang telah lama dan memicu regenerasi sel induk untuk membuat sel sistem kekebalan tubuh baru. Puasa juga membantu mengurangi enzim PKA yang nantinya akan memicu perkembangan sel-sel induk.

Puasa juga menurunkan kadar IGF-1, yang merupakan hormon pertumbuhan pemicu penuaan, perkembangan tumor, dan risiko kanker. Dengan cara yang ada, sistem kekebalan tubuh akan mengalami peremajaan sehingga bekerja lebih baik dan efektif.

BACA JUGA: Hukum Berolahraga di Dalam Masjid

Selain terbukti secara ilmiah, bahwa puasa sangat penting dalam pemeliharaan kesehatan jasmani pelakunya, Rasulullah juga menjelaskan, bahwa puasa berfungsi sebagai perisai yang dapat melindungi keselamatan rohani pelakunya dari berbagai macam bahaya dan gangguan yang mengancamnya. Dari kebejatan birahi, keserakahan materi, kebakhilan, kesombongan, dan prilaku-prilaku tercela lainnya.

Rasulullah bersabda,

إِنَّمَا الصِّيَامُ جُنَّةٌ يَسْتَجِنُّ بِهَا الْعَبْدُ مِنَ النَّارِ

”Puasa adalah perisai yang dapat melindungi seorang hamba dari siksa neraka,” (HR. Ahmad).

Meski jelas-jelas banyak manfaat dan faedah puasa bagi manusia, tetapi karena ibadah puasa itu merupakan ibadah yang berat bagi kebanyakan orang, maka tetap saja ia tidak akan mudah bagi manusia untuk dengan serta merta siap menjalankannya.

BACA JUGA: Adiksi Gawai

Hal ini, sejalan dengan yang dijelaskan oleh Sayyid Quthb dalam kitab tafsirnya, beliau mengatakan, “Sesungguhnya Allah mengetahui bahwa suatu beban syari`at (taklif puasa) itu sangat berat. Membutuhkan dukungan dan dorongan agar jiwa manusia mampu bangkit dan sanggup melaksanakannya, sekalipun mereka tahu bahwa di dalamnya banyak hikmah dan manfaat yang besar, juga adanya keridhaan Allah SWT.

Maka dari itu, perintah syariat puasa yang ada, lebih dahulu diawali dengan panggilan “Wahai orang-orang yang beriman,” sebuah seruan kasih sayang yang menyentuh hati, sebelum menyentuh raga. Seruan pemuliaan yang menggerakkan keyakinan, sebelum menggerakkan emosi dan pikiran.

Allah berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” (QS. Al-Baqarah: 183).

BACA JUGA: Memaknai Hari Sumpah Pemuda di Tengah Pandemi

Sebagaimana diketahui, bahwa hati adalah pusat instruksi dan control segala hal bagi manusia..Keimanan dan keyakinan, pusatnya di dalam hati, sebelum kemudian ia terjelmakan dalam seluruh perbuatan raga. Padanya menjadi sumber segala kekuatan dan pergerakan dari perbuatan manusia. Dengan kekuatan keimanan dan keyakinannya, sesuatu yang berat bagi manusia menjadi ringan. Yang besar jadi terasa kecil. Yang menakutkan menjadi biasa saja. Yang jauh seolah dekat. Dan begitu seterusnya.

Maka, di kala keimanan dan keyakinan manusia yang disentuh pertama kali, dan ia benar-benar berhasil tersentuh, pasti akan terwujudlah tujuan dan maksud dari misi yang ada dalam perintah tersebut. Jangankan manusia yang beriman diperintahkan untuk menahan lapar dan haus selama 14 atau 18 jam sehari, atau diperintahkan agar menyedekahkan sebagian hartanya, atau supaya meluangkan beberapa lama dari usia hidupnya untuk berjuang.

Itu semua akan terasa ringan, mudah, dan kecil. Karena kalau sudah keimanan dan keyakinan yang dikuasai, sejatinya semuanya telah dikuasai. Dan di saat demikian, mengorbankan seluruh harta, raga, dan nyawa pun pasti akan dilakukan.

Wallahu a`lam bish shawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here