Menyoal Pelakor, Bagaimana Agar Tak Dekati Rumah Kita?

912

Oleh: Dr. Muslich Taman (Penulis Buku Kado Keluarga Bahagia)

Akhir-akhir ini, gosip terkait pelakor menjadi buah bibir yang ramai diperbincangkan di berbagai tempat, terutama oleh ibu-ibu muda; di teras-teras rumah mereka, di tempat-tempat arisan, di perkumpulan-perkumpulan sosialita, di acara-acara gosip selebriti, hingga chatting di berbagai grup media sosial yang ada di gadget mereka.

Pelakor, singkatan dari perebut laki orang, pada umumnya, terjadi di saat kondisi rumah tangga seseorang sedang goyah, atau dalam keadaan mengalami kelemahan dan kerapuhan pondasi. Apakah bagi keluarga pelaku (bagi yang sudah berkeluarga), atau keluarga korban.

Adapun bagi pelaku yang belum berkeluarga, pada kebanyakan kasus terjadi karena beberapa sebab, di antaranya; karena merasa tertantang, ada dendam pribadi, atau bisa juga, justeru si wanita digoda dan akhirnya tergoda dan agresif.

Baca juga:

Memaknai Hari Sumpah Pemuda di Tengah Pandemi

Mendiskusikan Pikiran Mas Menteri

Adiksi Gawai

Apapun sebab dan alasannya, pelakor tetaplah istilah yang berkonotasi negatif, perilau yang tidak bisa diterima, dan dianggap sebagai perbuatan tercela di tengah masyarakat.

Dalam persektif agama, Rasulullah melarang keras seseorang mengganggu keharmonisan rumah tangga orang lain. Haram hukumnya mengganggu pasangan suami istri yang sah. Apalagi hingga membuat hancur rumah tangganya.

Hal tersebut dipandang sebagai tipu daya setan dan nafsu buruk yang membelenggu diri dan jiwa manusia. Bahkan, merupakan bentuk nyata pengkhianatan terhadap kehidupan rumah tangga orang lain. Jangankan mengganggu pasangan yang telah berumah tangga dengan jalinan ikatan pernikahan yang sah, ikatan janji suci ilahi. Mengganggu calon pasangan yang baru bertunangan saja, dilarang untuk dirusak pertunangannya.

Rasulullah bersabda,

وَلَا يَخْطُبَ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ حَتَّى يَتْرُكَ الْخَاطِبُ قَبْلَهُ أَوْ يَأْذَنَ لَهُ الْخَاطِبُ

“Janganlah seorang laki-laki meminang/melamar (seorang wanita) yang telah dipinang oleh saudaranya, sampai peminang sebelumnya itu meninggalkannya atau mengizinkan untuknya,” (Al-Bukhari dan Muslim).

Imam An-Nawawi Rahimahullah berkata, “Hadits ini jelas mengharamkan melamar atas lamaran saudaranya. Para ulama sepakat keharamannya jika pelamar pertama itu sudah diterima, dan dia tidak mengizinkan untuk orang lain, dan tidak meninggalkannya.”

Namun yang perlu diingatkan di sini, bahwa tunangan bukan akad nikah, sehingga laki-laki dan wanita yang bertunangan, masih berstatus ajnabi (orang asing, bukan suami istri), sehingga mereka berdua tidak boleh melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama, semisal berkhalwat (berduaan), bersentuhan, atau hal-hal lain yang tidak dihalalkan agama.

Larangan yang demikian itu tidak hanya berlaku bagi laki-laki, tetapi juga bagi perempuan. Perempuan tidak boleh merebut lelaki dengan jalan sengaja menggodanya, padahal ia tahu bahwa lelaki tersebut sudah punya isteri, atau punya wanita pinangan untuk dijadikan calon istrinya.

Kecuali, memang atas kehendak lelaki itu sendiri, dimana lelaki tersebut ingin menikahi seorang wanita, padahal ia statusnya sudah punya istri (bab ini, ada pembahasan tersendiri). Atau, ia telah melepaskan wanita pinangannya karena adanya alasan yang diperbolehkan agama, lalu ia meminang wanita yang lainnya.

Pada kasus yang demikian, sesungguhnya wanita-wanita tersebut tidak bisa dikatakan sebagai pelakor. Meskipun, menurut pandangan penulis, untuk kasus seperti di atas, demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dan demi lebih tenangnya dalam menjalani kehidupan rumah tangga ke depannya, lebih baik dan bijaksananya, si wanita yang akan dinikahi tersebut, memastikan kepada pihak wanita, istri pertama lelaki tersebut, atau kepada wanita mantan tunangan sebelumnya.

Meminta izin, atau memohon kelapangan, atau sekedar memberi tahu dengan cara baik-baik. Hal ini, meskipun tidak disyaratkan oleh agama, tetapi demi menghindari kemadharatan, dan demi terwujudnya kemaslahatan yang lebih besar.

Agama menganjurkan, bagi yang ingin menikah agar menikah dengan jalan yang diajarkan oleh syariat. Untuk laki-laki supaya meminang wanita yang belum dipinang oleh laki-laki lain, atau wanita yang tidak sedang dinikahi oleh laki-laki lain.

Hal ini sesungguhnya juga berlaku bagi wanita. Dia hendaknya tidak menerima pinangan laki-laki yang telah punya istri, kecuali hal itu akan membawa kemaslahatan dalam kehidupan rumah tangganya, dan rumah tangga suaminya. Apalagi, jika diyakininya akan menimbulkan kemadharatan.

Karena hakikat tujuan dari pernikahan adalah mewujudkan kemaslahatan; kemaslahatan agama, kemaslahatan nafsu, kemaslahatan keturunan, dan juga kemaslahatan sosial.

Kembali ke soal pelakor. Secara umum, sesuai pendapat para pakar, penyebab munculmya pelakor dapat diklasifikasikan menjadi beberapa, di antaranya:

1) Karena ada gangguan kepribadian pada wanita pelakor. Ada jenis wanita yang merasa bangga dan puas, manakala ia berhasil merebut suami orang. Dia merasa hebat dan telah terpenuhi hasrat batinnya, di saat berhasil merebut perhatian dan cinta dari suami orang lain. Dia merasa puas ketika ada lelaki yang lebih mencintai dan perhatian kepada dirinya daripada kepada istrinya sendiri yang sah. Orang yang seperti ini sering disebut narcissistic personality disorder, atau dikenal pula sebagai orang yang memiliki gangguan kepribadian. Orang yang semacam ini, bisa berpindah dari satu korban ke korban yang lainnya.

2) Karena adanya contoh yang salah. Hal ini biasanya ada teladan yang salah dari orang-orang terdekat. Termasuk adanya pola asuh keluarga yang salah. Perilaku orangtua, atau kerabat terdekat, lebih-lebih sosok yang dikagumi, adalah sesuatu yang diperhatikan oleh anak-anak yang ada dalam keluarga tersebut. Jika orangtua atau kerabat dekat ada yang menjadi pelakor, apalagi jika hal itu dianggap sesuatu yang biasa, atau malah menjadi kebanggaan, maka sangat memberikan peluang saat anak-anak perempuan di keluarga tersebut memasuki usia dewasa, ia akan meniru, dan menganggap biasa jadi pelakor.

3) Karena ada dendam masa lalu. Orang yang pernah disakiti dan memiliki sifat pendendam, cenderung ingin membuat orang lain merasakan apa yang pernah ia rasakan. Wanita seperti ini, tidak ingin penderitaan yang pernah dihadapinya, hanya dirasakan ia sendiri. Termasuk juga, dalam masalah kegagalan asmara. Ia ingin ada korban lain selain dirinya. Dan bisa saja, korbannya adalah wanita  dekat yang pernah mengecewakan dirinya.

Itulah di antara sebab-sebab yang ada selama ini, selain sebab-sebab lainnya. Namun, apapun sebabnya, yang paling penting bagi setiap pasangan suami istri adalah, senantiasa memperkokoh pondasi kehidupan berumah tangga. Masing-masing harus selalu berpegang teguh pada ajaran agama, saling merawat cinta dan kasih sayang pada pasangan, pandai menempatkan diri, saling memberi dan tidak banyak menuntut, serta bersyukur atas kelebihannya dan bersabar atas kekurangannya.

Rasulullah mengingatkan,

 لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ

“Janganlah seorang suami mukmin mudah membenci istrinya yang mukminah. Jika ia tidak suka terhadap satu tabiat/perangainya, maka (bisa jadi) ia ridha (senang) dengan tabiat/perangainya yang lain,” (HR. Muslim).

Wallahu a’lam bish shawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here