Subuh di Mescit Kapi 219 (My Trip in Baku – 2)

1365
Mescit Bay di Ataturk Airport (Photo: Imam F/ Muslim Obsession)

Istanbul, Muslim Obsession – Landing tepat pukul 04.12 waktu Istanbul-Turki, burung besi Turkish Airlines melantai dengan sempurna. Jika ditotal, perjalanan Jakarta ke Istanbul ditempuh lebih kurang 11 jam.

Butuh beberapa menit bagi kami untuk persiapan turun di Ataturk Airport. Antrean segera digelar melewati pramugari-pramugari yang berdiri sopan dengan senyum mengembang. “Bye, bye..thank you,” sapa mereka.

Setelah melewati sejumlah tangga, kami kembali harus masuk lokasi pemindaian tas dan barang bawaan lainnya. Para petugas cukup ramah melayani kami. Bahkan dua orang petugas mencandai saya. Mereka saling bertukar joke soal rambut saya yang dipangkas hampir botak. Salah satunya bilang, “you look like a doctor”. Satunya bilang, “he is like a professor”.

Ah, joke yang menyenangkan. Semoga jadi doa yang dikabulkan Allah ‘Azza wa Jalla. Aamiin. 😊

Usai terlibat urusan ini-itu, saya dan rombongan rehat sejenak di Kapi 222. Kapi itu nama lain “Gate” dalam bahasa Turki. Serempak, kami mencari sinyal dengan Wi-Fi yang tersedia.

Ampuun, susah sekali mengoneksikan Wi-Fi di sini. SMS Code yang harusnya terkirim, lama tak muncul. Ah, nasib. Sementara saya ‘cengok’ sambil leyeh-leyeh di kursi tunggu.

Pukul 05.00. It’s time for Shalat Subuh. Saya segera bertanya kepada salah seorang petugas office boy yang mengenakan seragam oranye-putih. Menurutnya, pray room for muslim ada di Gate 219.

Segera, saya pun meluncur.

Meski bilangan 222-219 harusnya tak jauh-jauh amat, tapi lorong yang saya lalui lumayan panjang. Melewati banyak orang yang juga tengah ngaso, sementara sebagian lainnya tertidur lelap. Seperti saya, boleh jadi mereka juga telah melakukan penerbangan yang jauh dan menunggu flight berikutnya.

Tibalah saya di sebuah tempat. Ada sign di bagian luar bertuliskan Mescit (Bay) dengan gambar ikon lelaki dan ‘momolo’ masjid.

Ruangan itu cukup layak untuk tempat shalat. Memiliki luas sekitar 7×3 meter dengan karpet hijau yang lembut dan empuk. Hampir tak ada bedanya dengan mushalla di sejumlah stasiun Commuter Line di Jabodetabek.

Di masjid ini ada juga beberapa ruangan tertutup seperti bilik. Sayup-sayup saya dengan suara orang mengaji di baliknya.

Saya juga melihat ada sejumlah orang Indonesia yang sedang shalat dan sebagian lainnya berbincang di pinggir masjid. Kepada salah seorang di antara mereka, saya tanyakan tempat wudlu yang ternyata letaknya terpisah dari ruangan masjid.

Ruangan tempat saya mengambil air wudlu cukup baik kondisinya. Ada sebuah bangku di setiap kompartemen kran air. Airnya jernih mengalir baik dan cukup dingin karena ruangan full AC. Lagipula, suhu di luar memang mencapai 20 derajat celsius. Dingin-dingin anyep rasanya.

Alhamdulillah. Usai qabliyah Subuh, saya lirik kanan-kiri mencari teman untuk berjamaah. Namun, tampaknya saya datang terlambat. Akhirnya, saya pun shalat sendiri.

Usai shalat, saya kembali mencium karpet yang lembut dan empuk itu. Ada rasa penasaran mencium wangu karpetnya. Meski kurang jelas wanginya, tapi sekilas mirip wangi minyak Sulthan. Ya, minyak wangi yang sering tercium di karpet Masjid Cut Meutia Jakarta.

Usai shalat, saya rehat sejenak. Di sebelah, ternyata ada rekan dari Detik yang juga sedang shalat. Kami bersebelahan saat di pesawat. Wong Jember yang kameraman DetikTV.

Dalam dzikir pagi ini, saya kembali lamatkan puja dan puji bagi Allah yang memberikan kesempatan untuk sekadar numpang rehat di Negeri Muhammad Al-Fâtih. Lebih senang lagi karena masih bisa menjalankan kewajiban ibadah kepada-Nya dengan tenang dan nyaman.

Istanbul-Turki, 27 Mei 2018.

 

Baca Juga:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here