Yudian, Dulu dan Sekarang

1225
Kepala BPIP Yudian Wahyudi.

Oleh: Arta Abu Azzam

Betapa penting kita harus selalu berdoa memohon kepada Allah SWT agar ditetapkan hati kita untuk istiqamah dalam Islam dan ketaatan kepada-Nya. Karena betapa banyak orang yang berguguran di jalan ini, kemudian menyimpang dan berada dalam “subulus-syayathin” (jalan-jalan setan). Penyebabnya yang paling pokok, sebagaimana kata Nabi SAW, adalah menjual iman dengan secuil kenikmatan dunia.

Banyak orang yang takut miskin di dunia dengan mengadaikan akidahnya. Uang, popularitas, jabatan, adalah pintu-pintu yang bisa menjeratnya  untuk menyimpang dari jalan kebenaran.

Kita prihatin, ada seorang rektor dari kampus yang membawa nama Islam dan menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dengan pongahnya mengatakan bahwa agama adalah musuh terbesar Pancasila. Padahal, tanpa ruh agama, apakah sila-sila dalam Pancasila itu bisa tegak berdiri, tumbuh dan berkembang di negeri ini?

Prof. Yudian Wahyudi Asmin, orang yang melontarkan pernyataan itu  bukan pribadi yang tumbuh dari keluarga yang sekular. Ia pernah mengecam pendidikan di Pesantren Tremas, Pacitan, dan Pesantren Al-Munawwir Krapayak, Jogjakarta. Masa mudanya dihabiskan dengan kegiatan keilmuan, diantaranya dengan menulis dan menerjemahkan buku-buku berbahasa Arab ke bahasa Indonesia.

Anda mungkin heran, Yudian yang saat ini dikenal sebagai sosok kontroversial; melarang cadar di kampus, meloloskan disertasi tentang “milkul yamin” yang dianggap sebagai wacana legalisasi perzinahan, dan mengatakan agama adalah musuh besar Pancasila, dulunya adalah penulis dan penerjemah buku-buku bertemakan akidah dan pergerakan Islam.

Saat masih studi di UIN Suka Jogjakarta pada tahun 90-an, Yudian adalah penerjemah buku-buku Pustaka Mantiq (Solo), Penerbit Al-Ikhlas (Surabaya), dan Pustaka Al-Kautsar (Jogjakarta sebelum akhirnya pindah ke Jakarta). Penerbit2 itu tentu dikenal banyak berkontribusi dalam menerbitkan buku-buku yang membentengi akidah umat Islam.

Diantara buku-buku yang pernah ditulis dan diterjemahkan oleh Yudian adalah; Islam di Gerogoti Aliran-aliran Destruktif (Pustaka Mantiq 1994), Evolusi Moral, terjemahan karya Muhammad Quthb (Al-Ikhlas, 1995), Koreksi Atas Pemahaman Laa Ilaaha Illallah, terjemahan karya Muhammad Quthb (Pustaka Al-Kautsar, 1994), Koreksi Atas Pemahaman Ibadah, terjemahan karya Muhammad Quthb (Pustaka Al-Kaustar, 1990), Salah Paham Terhadap Wanita, terjemahan karya Syaikh Abdullah bin Ahmad Al-Jalali (Pustaka Al-Kautsar, 1993), Istriku Didiklah Anak ke Jalan Surgawi, terjemah karya Hasan Al-Asymawi (Pustaka Mantiq, 1994), Wasiat Amirul Mukminin Umar bin Al-Khathab, terjemah karya Muhammad Ahmad Asyur (Pustaka Mantiq, 1989), Al-Iman, terjemahan karya Syaikh Abdul Majid Az-Zandani (Pustaka Al-Kautsar, 1994), Tabarruj, terjemahan karya Ni’mah Rasyid Ridha (Pustaka Al-Kautsar, 1994), dan lain-lain. Selain itu, buku karya  Howard M. Fidersfield yang berjudul “Persatuan Islam: Pembaharuan Islam Indonesia Abad XX yang diterbitkan oleh Universitas Gajah Mada, Jogjakarta, juga hasil terjemahan Yudian.

“Sungguh, menegakkan syariat Allah di bumi dan berhukum pada apa yang diturunkan oleh, sebagai konsekwensi langsung dari  Laa Ilahaa Ilallah, merupakan bagian dari pemahaman Islam terhadap peradaban. Sungguh menegakkan keadilan Robbani di bumi seperti apa yang dikehendaki Allah, yang karenanya Ia menciptakan umat ini untuk merealisasikannya, juga merupakan bagian dari pemahaman  Islam terhadap peradaban…” demikian tulis Muhammad Quthb dalam buku “Mafahim Yanbaghi ‘An Tushahhah” yang kemudian diterjemahkan oleh Yudian dkk, dengan judul “Koreksi Atas Pemahaman  Ibadah”. Buku ini menjelaskan bahwa ibadah bukan sekadar shalat saja, tetapi juga menegakkan aspek2 keadilan dan kemashlahatan dalam kehidupan yang luas, yang landasannya adalah iman kepada Allah.

Semoga Prof. Yudian bisa mengingat-ingat kembali apa yang dulu pernah diyakini dan dipelajarinya, dan tidak membenturkan antara agama dan Pancasila.

Kita memohon kepada Allah SWT agar sampai akhir hayat, istiqamah berada di jalan Islam, tunduk dan patuh pada syariat-syariat-Nya.

“Ya muqallibal qulub, tsabbit qulubana ‘ala thaa’atika…”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here