Terpikat Wewangian Masjid Cut Meutia

1850

Muslim Obsession – Setiap kali berkunjung dan shalat di Masjid Cut Meutia, satu hal yang paling berkesan adalah bau wewangian karpetnya yang khas. Rupanya, pun demikian dengan beberapa teman, mereka bertutur hal yang sama.

Sudah sejak lama pertanyaan soal merek parfum apa yang digunakan ini dipendam. Beberapa orang yang ‘mangkal’ di sekitaran masjid hanya menggeleng saat ditanyakan hal tersebut.

Hingga di sebuah Ahad pagi, saat kru Muslim Obsession singgah, pertanyaan itu menemui jawabannya. Adalah Pak Rojudin yang membuyarkan teka-teki itu.

Saat muadzin dan marbot masjid itu asyik menyedot debu karpet, pertanyaan soal bau wewangian pun diutarakan.

“Oh, ini bau minyak wangi Sultan, Mas,” ujar Kang Udin, sapaan akrabnya.

Ia pun lalu bertutur lepas. Menurutnya, minyak wangi Sultan tidak hanya disemprotkan ke atas karpet. Minyak wangi itu juga disemprotkan ke semua dinding dan setiap sudut bangunan.

“Lumayan banyak, Mas. Sekali penggunaan, kami butuh satu liter minyak wangi Sultan,” tuturnya.

Satu liter minyak wangi Sultan, imbuh lelaki asal Bandung ini, dibeli seharga Rp.500 ribu. Penyemprotan dilakukan seminggu sekali, setiap Jumat pagi.

“Jadi, kalau sebulan kami butuh dua juta rupiah untuk membelinya,” kata Kang Udin.

Angka tersebut, lanjutnya, tidak merepotkan manajemen masjid. Toh, pemasukan Masjid Cut Meutia lebih dari cukup untuk sekadar membeli minyak wangi Sultan.

Ditilik banyaknya pengunjung masjid, memang tak heran jika pemasukannya lebih dari cukup, bahkan melimpah. Setiap Jumat saja, kata Kang Udin, paling tidak pemasukan dari jamaah mencapai Rp.23 juta.

 

Masjid Legendaris

Letak Masjid Cut Meutia yang strategis menjadi destinasi favorit para musafir. Masjid berusia tua ini hanya beberapa langkah saja dari Stasiun Gondangdia dan tak seberapa jauh dari Monumen Nasional (Monas).

Bagi para pengguna commuter line yang ingin ke Stasiun Gambir, umumnya transit di Stasiun Gondangdia dan banyak di antaranya melepas penat sejenak di masjid seluas 5.000 meter persegi ini.

Selain itu, nilai sejarah Masjid Cut Meutia menjadi daya tarik para musafir. Apalagi, bangunan masjid ini pun besar, sejuk, dan sangat nyaman untuk beristirahat atau melaksanakan shalat.

Konon, masjid ini dulunya adalah bangunan kantor biro arsitek (sekaligus pengembang) N.V.(Naamloze vennootschap, atau Perseroan terbatas) Bouwploeg, Pieter Adriaan Jacobus Moojen (1879 – 1955) yang membangun wilayah Gondangdia di Menteng.

Nama Bouwploeg sendiri kini masih tersisa dalam ingatan sebagai nama Pasar Boplo di barat stasiun kereta api Gondangdia.

Sebelum difungsikan sebagai masjid sebagaimana sekarang, bangunan ini pernah digunakan sebagai kantor pos, kantor Jawatan Kereta Api Belanda, dan kantor Kempetai Angkatan Laut Jepang (1942 – 1945).

Setelah Indonesia merdeka, bangunan ini pernah juga dipergunakan sebagai kantor Urusan Perumahan, hingga Kantor Urusan Agama (1964 – 1970).

Fungsi bangunan baru beralih menjadi masjid pada era pemerintahan Gubernur Ali Sadikin. Bangunan ini diresmikan sebagai masjid tingkat provinsi dengan surat keputusan nomor SK 5184/1987 tanggal 18 Agustus 1987.

Awalnya masjid ini bernama Yayasan Masjid Al-Jihad yang didirikan oleh eksponen ’66. Sebelumnya, di zaman Orde Lama, gedung ini juga pernah dijadikan gedung sekretariat MPRS.

Di ibu kota ini, Masjid Cut Meutia bersanding dengan sejumlah masjid legendaris lainnya. Di antaranya adalah Masjid Istiqlal, Masjid Luar Batang, Masjid Jami’ Matraman, Masjid Sunda Kelapa, dan Masjid Al-Ma’mur Raden Saleh. (Fath)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here