Soempah Pemoeda 1928 Adalah Pergerakan Muslimin Indonesia

1733

Oleh: Mochammad Sa’dun Masyhur (Parmusi Business Center)

PERGERAKAN persatuan kebangsaan Indonesia secara nasional, yang terorganisir dengan baik, sesungguhnya dilakukan oleh pergerakan pemuda Islam yang tergabung dalam Jong Islamienten Bond (Persatuan Pemuda Islam). JIB berdiri tiga tahun sebelum peristiwa soempah pemoeda, tepatnya pada tanggal 1 Januari 1925.

JIB berdiri dilatarbelakangi oleh peristiwa ditolaknya pengajaran agama Islam di Jong Java dan hanya melakukan pengajaran agama kristen.

Saat itu juga berkembang semangat yang mengelora, terutama disuarakan Kasman Singodimejo dalam Kongres Jong Java, untuk menghilangkan sekat kedaerahan dan kesukuan, serta mempersatukan pergerakan pemuda yang waktu itu tersebar pada Jong Java, Jong Sumatrenan, Jong Celebes, dan Pemuda Kaum Betawi.

Sedangkan Budi Utomo, yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1908, sesungguhnya adalah pergerakan pemuda Jawa, yang dimotori oleh sejumlah mahasiswa STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen, Sekolah kedokteran Bumiputera-UI Selemba).

Kebanyakan pengurusnya waktu itu adalah kaum bangsawan dan pejabat kolonial, di antaranya Soetomo, Gunawan, Cipto Mangunkusumo, dan Raden Temenggung Ario Tirtokusumo. Pada kongres BU pertama, 3-5 Oktober 1908, di Jogjakarta, diikuti oleh 7 cabang di Jawa meliputi Batavia, Bogor, Bandung, Magelang, Yogyakarta, Surabaya, dan Ponorogo.

Dengan demikian Budi Utomo sejatinya bukan organisasi pergerakan nasional, terbukti hasil kongres Jong Islamieten Bond pertama, pada tahun 1925, yang bertujuan ingin mewujudkan persatuan Indonesia dengan berbagai suku dan ras, ternyata mendapat penolakan dan reaksi keras dalam keputusan kongres Budi Utomo II, di Surakarta, april 1928.

Penolakan cita-cita persatuan Indonesia ini, terlihat dari sikap Jong Java dan Trikoro Darmo yang waktu itu menginduk dan penyokong dominan Budi Utomo, selalu menyuarakan nilai Jawa sentris (feodalisme).

Adapun penetapan Budi Utomo sebagai organisasi modern kebangkitan pergerakan nasional, hanya karena sikap politik pemerintah Orde Baru, yang ingin mengkokohkan pergerakan bangsa (suku Jawa) secara lebih luas, dalam pergerakan nasionalisme bangsa Indonesia.

Di sisi lain disemangati oleh kebangkitan Jong Islamienten Bond yang saat konggres I, telah memiliki 1.000 anggota dan 7 Cabang, para pelajar kemudian membentuk Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia.

PPPI yang dimotori oleh mahasiswa Rechtshoogeschool (sekolah tinggi hukum) dan Techinesche Hoogeschool (sekolah tinggi teknik, sekarang bernama Institut Teknik Bandung, ITB), yang tidak lain juga tokoh JIB ini, telah menyelenggarakan kongres I pada tahun 1926.

Terhadap diskursus dan perdebatan tentang sikap penolakan Budi Utomo yang menolak cita-cita persatuan Indonesia, yang semula dikumandangkan oleh Jong Islamienten Bond, maka pada tanggal 28 Oktober 1928 Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia menyelenggarakan Kongres Pemuda II.

Kongres yang dihadiri oleh perwakilan-perwakilan tiap daerah dan dari berbagai latar belakang golongan yang berbeda-beda untuk mewujudkan persatuan Indonesia ini, sesungguhnya merupakan bentuk perlawanan dan reaksi keras atas sikap Budi Utomo.

Dalam kongres tersebut telah lahir sebuah gagasan besar untuk menyatukan seluruh pemuda Indonesia dari berbagai ras, suku dan agama.

Peristiwa yang sangat fenomenal tersebut, dikenal dengan “Soempah Pemoeda” dalam ikatan ikrar:

Pertama: Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah air Indonesia.

Kedoea: Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.

Ketiga: Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

Ikrar yang mengetarkan itu, dilaksanakan di Gedung Jalan Kramat Raya No. 106, Jakarta Pusat, alamat yang tidak asing bagi kalangan aktivxis pergerakan Islam.

Dengan demikian para tokoh pergerakan perjuangan Indonesia, sesungguhnya selain berasal dari Jong Islamienten Bond, juga dari Studentent Islam Studie Club (SIS-Perkumpulan Mahasiswa untuk Studi Islam). Sejumlah tokoh Jong Islamienten Bond adalah H. Agus Salim, Muhammad Natsir, Muhammad Roem, SM. Kartosuwiryo, dan Kasman Singodimejo. Sementara Yusuf Wibisono, dan Prawoto Mangkusasmito adalah tokoh Studentent Islam Studie Club.

Sayangnya kebanyakan kaum muda hari ini tidak mengerti bahwa pergerakan persatuan kebangsaan Indonesia, sebagai tonggak awal, pergerakan kemerdekaan Indonesia, sesungguhnya dilakukan oleh para pejuang dan tokoh Islam, para tokoh pergerakan muslimin Indonesia, bukan mereka yang mengaku sebagai nasionalis, apalagi kaum komunis yang sudah jelas hingga kini menjadi musuh bangsa Indonesia.

Maka sejatinya pergerakan kaum muslimin Indonesia hari ini, sesungguhnya mewarisi semangat Soempah Pemoeda 1928, semangat persatuan kebangsaan Indonesia.

Maka sangat tidak pantas jika ada pihak yang menuduh bahwa gerakan muslimin Indonesia dewasa ini, anti NKRI, apalagi anti kebinekaan. (**)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here