Misi Diplomatik Republik Indonesia di Mesir (Bagian 2)

1621

Karang Persaudaraan Islam

SIAPA pun yang pernah bertemu dengan Haji Agus Salim dan bercakap dengan beliau, pasti mengagumi intelek yang brilian ini, julukan yang diterimanya sejak ia mulai muncul di medan pergerakan politik Indonesia. Kekaguman ini bukan cuma dimiliki kawan-kawannya, tetapi juga oleh lawan-lawannya.

Meskipun bukan sarjana, namun kecerdasan dan ketangkasannya berbicara serta berdebat, dan bakat begitu juga kemampuannya menguasai bahasa asing –termasuk bahasa Arab— sangat mengagumkan.

Begitu pula kesan dari orang-orang Mesir yang bertemu dengan beliau, padahal orang Mesir dikenal sebagai tukang ngobrol, ahli debat dan bersilat lidah. Asyik betul memiliki Ketua Delegasi semacam Haji Agus Salim ini.

Mission Diplomatique ini –nama yang diberikan Haji Agus Salim kepada delegasi kita— mengadakan jumpa pers tidak lama sesudah tiba di Kairo.

Sebelum acara itu dimulai, dibagikanlah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang sudah ditulis dalam bahasa Inggeris, kepada yang hadir. Sebagai Ketua Delegasi, Haji Agus Salim membeberkan sejarah dan perjuangan RI sejak zaman Belanda.

Kondisi politik Mesir pada saat itu menyebabkan delegasi RI terpaksa menunggu sampai kira-kira tiga bulan sebelum semua pekerjaan selesai. Waktu yang lama itu saya manfaatkan untuk lebih mengenali masyarakat Mesir, dan memperkenalkan Indonesia kepada mereka.

Hampir setiap hari, disertai dengan teman-teman mahasiswa, saya keliling kota dengan trem kota. Banyak hal yang mengungkapkan bahwa masyarakat awam, bahkan para intelektualnya, kurang mengetahui Indonesia. Orang-orang Mesir umumnya, mereka hanya tahu tentang bangsa-bangsa Timur Jauh seperti India dan Cina.

Sebagian kecil kelompok intelektual mengetahui tentang jajahan Belanda, juga para mahasiswa Mesir yang kenal dengan orang Indonesia yang bersekolah di sana. Sedang para haji –yang karena pernah pergi ke Makkah— menjadi tahu tentang Jawa.

Suatu malam kami diundang menghadiri pesta penobatan raja di gedung Qasr Azza’faran. Pesta itu diselenggarakan oleh PM Nokrashi Pasha dan dihadiri seluruh korps diplomatik. Seperti biasa ketika akan pulang, melalui pengeras suara mobil yang mengantar dipanggil ke depan pintu.

Waktu sampai giliran delegasi Indonesia, berserulah si petugas: “Delegation of China!”. Karuan saja Haji Agus Salim naik pitam. “Ya Syaikh! Indonesia. Musy China!” (Hai Tuan. Indonesia. Bukan Cina!). Apa mau dikata. Rupanya baju teluk belanga dan kopiah hitam kami dikira pakaian dan songkok Cina!

Sekali waktu delegasi Indonesia mengadakan perjamuan untuk Syaikh Al-Azhar. Perjamuan itu diselenggarakan di salah satu restoran di Kairo, dan ketika acara berakhir, para pelayan lantas berkumpul sambil menyerukan: “Litahyal Hindi!” (Hidup India!).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here