Merasakan Dahsyatnya Tsunami Aceh lewat Sebuah Museum

1007

Membumikan kearifan lokal

Hafnidar mengatakan masyarakat Aceh sebenarnya memiliki khazanah yang melimpah mengenai sikap sadar bencana.

Dia mencontohkan masyarakat Simeuleu memiliki pemahaman Smong untuk mewaspadai gelombang tsunami.

Smong adalah istilah tradisional masyarakat di Pulau Simeulue, Aceh, untuk menyebut sebuah gelombang laut besar yang melanda setelah sebuah gempa bumi menghantam. Istilah ini berasal dari bahasa Devayan, bahasa asli masyarakat Simeulue.

Menurut perempuan asal Aceh ini, tradisi Smong diwarisi para nenek moyang masyarakat Simeuleu sebagai langkah sadar bencana.

“Masyarakat dahulu sudah waspada bencana,” kata dia.

Selain itu, masyarakat Aceh Timur juga mengenal konsep Le Beuna atau tsunami dari generasi pendahulu mereka.

Sebutan ini, jelas Hafnidar, berulang kali disebut dalam catatan naskah kuno Syekh Abbas Kuta Karang.

“Bencana gempa dan dampaknya juga dipaparkan dalam naskah kuno ini yang dimaksudkan agar masyarakat siap dengan bencana alam,” kata dia.

Jauh sebelum kehidupan modern, kata Hafnidar, Syekh Abbas Kuta Karang dalam kitabnya Tajul Muluk telah memaparkan konsep Rumoh Aceh sebagai bangunan tahan gempa.

Arah angin, posisi bangunan, teknik konstruksi, bahkan motif rumah juga dirancang tanggap bencana.

“Mempelajari sesuatu yang lebih dekat dengan masyarakat itu sendiri akan memudahkan kita mengedukasi bencana,” urai Hafnidar.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here