Memiliki Kekayaan Sejati

1078

 

Sedekah
Foto: istimewa.

The Miracle of Giving

Jika kita perhatikan, memberi merupakan sunnatullah dan watak dari alam semesta. Bumi, matahari, tumbuh-tumbuhan, sungai, dan lautan, misalnya, mereka semuanya hanya memberi, tak pernah meminta apapun dari kita. Sifat ‘pemberi’ yang disematkan kepada bumi, matahari, tumbuh-tumbuhan, sungai, dan lautan tak lain merupakan bentuk ‘tasbih’ mereka kepada Sang Maha Pemberi, yakni Allah ‘Azza wa Jalla.

Bagi kita yang diciptakan sebagai makhluk sosial perlu memiliki sifat pemberi. Karena dengan saling memberi akan tercipta peradaban yang adiluhung dan harmonis. Dalam konteks kemasyarakatan, kita sering mendengar adanya the law of giving yang mengajarkan sejumlah hal, antara lain: Pertama, apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai. Atau dalam bahasa pepatah, “Siapa menabur angin, ia akan menuai badai.”

Kedua, kalau kita memberi pasti kita akan mendapat. Seringkali kita terjebak pada logika sempit, di mana muncul persepsi, kalau kita memberi maka ada sesuatu yang hilang. Padahal sebenarnya tidaklah demikian. Apa yang kita berikan tidak pernah hilang, bahkan ada semacam kekekalan energi di situ. “Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal,” (QS. An-Nahl: 96).

Ketiga, memberi dahulu, baru kemudian kita mendapat. Ungkapan ‘take and give’ (mendapat dan lalu memberi) yang popular dalam masyarakat kita, mungkin perlu diganti dengan ungkapan, ‘give and receive’ (memberi dan lalu mendapat).

Namun dalam konteks keislaman, kita diberikan begitu banyak informasi tentang the miracle of giving atau keajaiban bersedekah, baik dari Al-Quran maupun Al-Hadits. Misalnya, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat-gandakan (pembayarannya oleh Allah) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak,” (QS. Al-Hadid: 18).

Sementara dalam sebuah hadits dari Rasulullah Saw.: “Sesungguhnya sedekah seseorang walau hanya sesuap, akan dikembangbiakkan oleh-Nya seperti gunung, maka bersedekahlah,” (HR. Bukhari dan Muslim).

Di antara keutamaan sedekah, antara lain: pertama, orang bersedekah berhak mendapat rahmat Allah (QS. Al-A’raf : 56). Sedekah akan menjadi naungan di akhirat saat tidak ada naungan, kecuali naungan Allah. “Sesungguhnya, sedekah itu memadamkan panasnya kubur dan hanyalah seorang Mukmin yang mendapatkan naungan pada hari kiamat nanti dengan sedekahnya,” (HR. Thabrani dan Baihaqi).

Kedua, sedekah memadamkan murka Ilahi. “Sedekah rahasia (tersembunyi) itu memadamkan amarah Ilahi,” (HR. Thabrani dan Ibnu Asakir). Ketiga, sedekah menolak mati dalam keadaan suul khatimah (akhir yang buruk). “Akhlak buruk adalah kejelekan, kuat ingatan adalah mengembangkan, dan sedekah menolak mati suul khatimah,” (HR. Al-Baihaqi).

Keempat, sedekah menjadi sebab disembuhkannya penyakit. “Obatilah orang-orang sakit dengan sedekah, bentengilah hartamu dengan zakat, dan sesungguhnya zakat itu menolak peristiwa mengerikan dan penyakit,” (HR. Ad-Dailami dari Ibnu Umar).

Kelima, sedekah itu akan mendapatkan keberkahan dalam hidup dan tambahan rezeki, “Barang siapa menafkahkan hartanya maka akan diberi keberkahan darinya.” Dalam hadits lain disebutkan, “Tidaklah sedekah itu mengurangi harta dan tidaklah pemberian maaf itu kecuali ditambah kemuliaan oleh Allah dan tidaklah seseorang tawadhu karena Allah, kecuali Dia akan mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim).

Sedekah merupakan perbuatan yang sangat dianjurkan oleh Baginda Rasulullah Saw. untuk dilakukan setiap hari, bahkan sejak pagi. Dalam konteks ini beliau bersabda, “Setiap datang waktu pagi, ada dua malaikat yang turun dan keduanya berdoa. Malaikat pertama memohon kepada Allah, ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang memberi nafkah’, sementara malaikat satunya berdoa, ‘Ya Allah, berikan kehancuran bagi orang yang pelit,’” (HR. Bukhari & Muslim).

Bersedekah bukan hanya milik kaum berpunya (materi). Bersedekah juga dianjurkan bagi mereka yang miskin harta. Karena bersedekah tidak melulu soal uang atau barang, melainkan juga soal kesediaan hati berbagi bahagia dengan sesamanya. Terkait hal ini terdapat sebuah hadits yang sangat baik untuk disimak:

Abu Dzar menerangkan bahwa sebagian sahabat Rasulullah Saw. berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya itu pergi dengan banyak pahala, mereka mengerjakan shalat sebagaimana yang kami kerjakan, mereka berpuasa sebagaimana yang kami kerjakan, dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta yang mereka miliki, sementara kami tidak bisa melakukannya. Beliau bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan sesuatu untuk kalian yang bisa kalian sedekahkan? Sesungguhnya setiap tasbih (subhanallah) adalah sedekah, setiap takbir (Allahu Akbar) adalah sedekah, setiap tahmid (Alhamdulillah) adalah sedekah, setiap tahlil (La Ilaha Illallah) adalah sedekah, menyeru kepada kebaikan adalah sedekah dan bersetubuh dengan istri juga sedekah. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah jika di antara kami menyalurkan hasrat biologisnya juga mendapat pahala? Beliau menjawab, “Bukankah jika ia menyalurkan pada yang haram itu berdosa? Maka demikian pula apabila ia menyalurkan pada yang halal, ia juga akan mendapatkan pahala,” (HR. Muslim).

Begitu banyak macam cara bersedekah, sehingga orang-orang miskin pun mampu bersedekah. Bahkan senyumpun merupakan sedekah dan mampu menyebarkan potensi kebahagiaan bagi orang lain. Boleh jadi, perbuatan sederhana seperti senyum, mengucapkan tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil biasa dilakukan. Namun untuk sedekah materi masih banyak orang yang ’ogah-ogahan’ karena merasa dirinya bukanlah orang kaya yang harus bersedekah kepada orang lain.

Mental seperti ini, sejatinya, adalah penyakit hati. Sebab jika hal ini dipelihara akan menumbuhkan sifat yang berbahaya, yang oleh orang Sunda biasa disingkat dengan KPK: koret, pedit, dan korun. Untuk memberangus sifat ini dibutuhkan kebesaran hati agar dirinya memiliki mental kaya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here