Masuk Usia 85 Tahun, Syafi’i Ma’arif Sosok Negarawan yang Langka

600

Jakarta, Muslim Obsession – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir menilai diusianya yang ke 85 tahun Buya Syafi’i Ma’arif konsisten memberikan keteladan bagi generasi muda, dan semua warga negara. Terutama bagi para tokoh politik dan tokoh agama yang populis.

“Beliau tidak anti kekuasaan dan tidak anti rezim, tapi juga tidak larut dalam rezim itu. Buya ingin menghadirkan Islam, Muhammadiyah dan wawasan kebangsaan yang merawat kemajemukan,” jelas Haedar dalam keterangan tertulisnya, Ahad (31/5/2020).

Dalam konteks kenegaraan, bangsa ini kata dia, Buya telah mampu meletakkan kepentingan bangsa yang lebih luas secara jujur otentik di atas kepentingan kelompok, golongan atau pribadi. Buya ingin bersikap menjadi seorang populisme yang otentik, bukan populisme parsial dan simbolik.

Populisme jenis ini hanya menyenangkan hati rakyat tapi tidak pernah mengubah nasib rakyat yang menderita termarginalisasi dari terhegemoni oleh banyak kekuatan politik dan ekonomi, yang akhirnya hanya menjadi objek penderita dalam setiap kontestasi politik atas nama populisme.

Termasuk kata dia, populisme dalam agama. Agama jangan hanya dijadikan alat, apalagi disertai kepentingan politik terselubung yang membuat umat terombang ambing, saling terlibat dalam konflik kepentingan agama, bahkan dengan sentimen keagamaan.

“Ini tanggungjawab politisi, negarawan, dan kekuatan agama,” urainya.

Menurut Haedar, usia tidak menghentikan Syafi’i Ma’arif untuk merasa lelah dan berhenti mengkritik negara yang dianggap lalai dalam mengamalkan Pancasila di luar jargon dan seremonial belaka. Dia adalah negarawan yang langka.

“Kita menghendaki agar jiwa negarawan itu menjadi alam pikiran kolektif kita berbangsa. Masa depan Indonesia tergantung kita. Saat ini kita sudah sangat-sangat liberal. Yang kuat yang menang. Pasti yang punya kekuatan politik menentukan warna negara ini.”

“Tapi apakah mereka mau mendengar, yang mengkritik jangan dibilang makar sampai terbukti sebagai makar. Tapi yang menyuarakan kebenaran itu juga harus otentik, jangan menyelinap dan membawa kepentingan dan alam pikirannya sendiri,” tutup Haedar. (Albar)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here