Manisnya Isi Surat Cinta Soekarno, Sjahrir, dan Bung Tomo

2614

Srihana

Jika surat Bung Tomo dan Sjahrir terdokumentasikan dalam buku, Bung Karno lain. Soekarno juga menulis surat cinta kepada istri-istrinya yang lain: Naoko Nemoto (Ratna Sari Dewi), Haryatie, Yurike Sanger, Kartini Manoppo, dan Heldy Djafar. Menurut sejarawan Peter Kasenda, hanya Inggit yang tak pernah mendapat surat cinta Soekarno karena Inggit selalu menemaninya hingga mereka bercerai.

Namun belum ada yang mempublikasikan surat-surat untuk istri-istrinya secara khusus. Ada yang hanya menyimpannya, muncul sepenggal-penggal dalam sejumlah buku, atau menjadi suplemen dalam biografi misalnya Srihana-Srihani, biografi Hartini yang ditulis Arifin Surya Nugraha.

Soekarno bertemu Hartini pada awal 1953 dalam sebuah kunjungan ke Salatiga. Jatuh cinta, Soekarno pun terus mengirimkan surat-surat cinta.

Demi menjaga kerahasiaan, Soekarno menggunakan nama samaran Srihana, sedangkan Hartini dia namai Srihani.

Salah satu cuplikan dari puluhan surat cinta itu berbunyi: “Ketika aku melihatmu untuk kali yang pertama, hatiku bergetar. Mungkin kau pun mempunyai perasaan yang sama. Srihana.”

Selain berisi ungkapan cinta nan romantis, terselip kegalauan hati Soekarno. Misalnya, ketika dia menjalani tahanan rumah di Bogor. Kepada Heldy Djafar, Soekarno mengeluh karena tak dapat izin menengok Heldy.

“Apa boleh buat, Dik, mas harap hal ini jangan terlalu melukai hati Dik. Mas masih berikhtiar terus supaya juga boleh menengok Dik,” tulisnya pada 20 November 1967.

“Surat-surat cinta Soekarno memperlihatkan status dan tingkat hubungan dengan istri-istrinya,” ujar sejarawan Asvi Warman Adam.

“Perkataan cinta dan pujian dalam surat itu menunjukkan bahwa Soekarno seorang yang romantis dan menarik juga mengetahui aspek kepribadian tokoh bangsa ini.”

Bung Tomo, Sjahrir, atau Soekarno hanyalah sedikit dari tokoh penting negeri ini yang mengungkapkan perasaannya lewat surat. “Persoalannya sejauh mana surat-surat cinta itu mengungkapkan sesuatu informasi kesejarahan,” kata Asvi.

Surat-surat cinta bisa menjadi sumber sejarah jika isinya tidak hanya berbicara romantisme, tapi juga informasi sejarah atau pemikiran yang dialami tokoh-tokohnya.

Namun, surat cinta mungkin juga penting untuk menyelami pengalaman batin seorang tokoh, menjadikannya lebih manusiawi tanpa mengurangi kepahlawanannya. (Vina)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here