Kisah Anak Penjual Bakso yang Tak Sangka dapat Penghargaan dari Erdogan

774

Penuh perjuangan 

Lahir di Sumenep, Imam mengaku berasal dari keluarga sederhana. Moh. Kutsi, Ayah Imam, adalah penjual bakso di Bali, sedangkan Endang Rahayu, sang ibu, berjualan gorengan di sekitar rumah.

“Kami tiga bersaudara. Dua adik saya masih sekolah,” jelas Imam.

Dia pun mengaku beruntung mendapatkan beasiswa belajar gratis di Turki. Imam menjelaskan proses belajar di Turki harus dia lalui dengan penuh suka dan duka.

Sebelum mengikuti proses perkuliahan pada Fakultas Bahasa, Sejarah dan Geografi Universitas Ankara, Imam harus menempuh kelas Bahasa Turki selama 9 bulan.

“Sejak awal saya nervous, tapi tetap saya jalankan,” jelas pemuda asal Desa Sera Timur, Kecamatan Bluto, Sumenep itu.

Namun Imam menganggap bahasa itu adalah ujian dan tantangan yang harus ditaklukkan sebagaimana para mahasiswa menuntut ilmu. Awal mengikuti perkuliahan, Imam mengaku kesulitan dalam adaptasi berbahasa.

Maklum Bahasa Turki menjadi Bahasa pengantar dalam proses perkuliahannya di kampus top Turki itu.

“Pada semester awal saya agak pelan, tapi semester tiga saya mulai lancar dan dapat mengimbangi orang-orang Turki,” terang Imam.

“Ibaratnya jika mahasiswa Turki perlu membaca materi sekali, saya sampai tiga kali,” tambah dia.

Imam mengaku kesuksesannya juga tidak lepas dari bantuan mahasiswa sekelasnya di Universitas Ankara. Menurut Imam, rekan-rekannya di jurusan sejarah adalah orang-orang yang baik dan rajin.

“Mereka membantu saya, dan saya juga membantu mereka,” urai Imam.

Dia berharap beasiswa pemerintah Turki bisa diperbanyak bagi masyarakat Indonesia, khususnya daerahnya di Madura.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here