Integritas Politik Buya HAMKA

2527

Sekolah Kehidupan

SATU hal yang amat dianjurkan oleh Buya HAMKA adalah menghilangkan sifat pengecut dan menumbuhkan sikap berani. Dengan sikap pengecut, meskipun banyak ilmunya, dan tinggi gelar akademiknya, seseorang tidak akan memberi manfaat apa-apa bagi masyarakat. “Orang pengecut,” ujar Buya HAMKA, “pekerjaannya selalu tersia-sia. Duduknya di bawah. Dia tidak berani ke atas. Dia hanya jadi pengikut, tidak berani diikut.”

Kepada para orang tua, Buya HAMKA menyerukan supaya jangan “membunuh” anak-anaknya sejak masih kecil, sehingga hanya badannya yang tinggal sedang jiwanya yang sejati telah terbang karena dihajar habis oleh orang tuanya. Tiap-tiap anak hendak menyatakan perasaan, dihalangi. Tiap-tiap anak hendak mengemukakan pendapat, dihardik.

Di dalam Falsafah Hidup Buya HAMKA bercerita tentang pertanyaan yang dihadapkan kepada salah seorang murid pendiri Persyarikatan Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan, H.M. Sudjak ketika mengajak umat Islam untuk membeli kapal laut untuk mengangkut jamaah haji Indonesia ke Makkah. Menyahuti ajakan Sudjak, ada yang bertanya: “Kalau kapal itu karam, kena bom, bagaimana Tuan?”

Dengan jitu, Sudjak menjawab: “Kalau masih tetap seperti keadaan yang sekarang, saya tanggung kapal itu tidak akan kena bom.”

“Mengapa?”, tanya orang itu lagi. “Padahal sekarang ada perang?”

Sudjak menjawab: “Sebab kapal itu sampai sekarang belum kita beli. Kapalnya saja belum dibeli, bom sudah difikirkan. Bagaimana satu usaha bisa tegak, kalau sebelum tampil ke muka, sikap pengecut sudah menghalanginya.”

Jika kita membaca riwayat hidup Buya HAMKA, sikap berani telah membentuk integritasnya. Integritas di dalam hidup beragama. Integritas di dalam pergaulan hidup. Integritas di dalam sikap politik.

Buya HAMKA yang tidak lulus Sekolah Dasar, mendapat anugerah Doctor Honoris Causa dari Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, sebuah pergeruruan tinggi bergengsi yang sampai sekarang masih menjadi impian banyak kaum terpelajar.

Tidak syak lagi, anugerah yang dicapai tanpa rekayasa itu, telah menunjukkan keberanian Buya HAMKA memasuki apa yang disebutnya “sekolah kehidupan”.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here