Oleh: Imam Shamsi Ali (Presiden Nusantara Foundation)
Cinta itu bisa terjadi karena minimal tiga faktor. Rasa (emosi), akal (rasionalitas), dan juga karena ego dan hawa nafsu.
Mencintai Allah itu adalah bagian dari “rasa” yang bermuara dari fitrah sejati. Cinta Allah itu menjadi bagian fitrah, dan karenanya bersifat alami dalam hidup. Sehingga mengingkari, atau kata lainnya tidak mengimani Allah disebut “kufr”.
Kata kufr sejatinya berarti mengingkari “realita” yang paling nyata dalam hidup seseorang. Mengingkari fitrahnya yang sejatinya tidak akan pernah padam dalam batinnya.
Kata kufr juga berasal dari kata “kafara” yang juga berarti “menutupi”. Boleh jadi kata “cover” dalam bahasa Inggris diambil dari kata “kafara” ini. Esensinya sama bahwa kufr menutupi sebuah hakikat terbesar dalam hidup manusia.
Dalam konteks inilah “cinta” sebagai substansi paling mendasar dari keimanan kepada Allah terbangun di atas rasa kemanusiaan (fitrah) kita. Cinta terdalam yang seringkali melampaui batas-batas rasionalitas manusia.