Buya Syafii Maarif yang Hangat dan Akrab

1068

Tidak Pernah Ngrasani

Ciri lain dari Pak Syafii, saya belum pernah mendengar dia ngrasani,  menggibah, atau “ngomongin” orang lain. Jika pembicaraan mulai mengarah ke “ngomongin orang lain”, seraya mengibaskan tangan, Pak Syafii berkata: “Ah, sudahlah,” atau “Lupakan dia.” Akibatnya, acara gibah pun tidak berlanjut.

Sesudah berpisah, saya tinggal di Sukabumi, Pak Syafii di Yogyakarta; saya terus mengikuti pikiran-pikirannya. Wajar belaka jika tidak semua pendapatnya saya setujui atau tidak saya setujui.

Dalam hal ini, saya terkesan oleh pesan Almarhum Anwar Harjono: “Lawan pendapat adalah kawan berpikir.”

Di luar segala pendapatnya mengenai berbagai hal, saya tidak pernah kehilangan hormat kepada Pak Syafii.

Sejak 2018, saya dan teman-teman aktif mengusulkan berbagai tokoh menjadi Pahlawan Nasional. Dalam kegiatan tersebut, kami selalu meminta Pak Syafii  — sebagai pakar sejarah —  untuk menjadi narasumber dalam seminar yang dilaksanakan untuk itu. Dan Pak Syafii tidak pernah menolak permintaan Panitia.

Demikianlah, Pak Syafii tampil sebagai pembicara membahas M. Natsir, Hamka, Sjafruddin Prawiranegara, Prawoto Mangkusasmito, Ki Bagus Hadikusomo, Kasman Singodimedjo, K.H.A. Kahar Mudzakkir, dan A.R. Baswedan.

Akibat sering bertemu dalam acara seperti itu, jika bertemu, Pak Syafii kerap bertanya: “Siapa lagi yang Anda akan usulkan jadi pahlawan?”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here