Bolehkah Menikah Tanpa Wali?

569
Ilustrasi: Menikah

Oleh: Drs. H. Tb. Syamsuri Halim, M.Ag (Pimpinan Majelis Dzikir Tb. Ibnu Halim dan Dosen Fakultas Muamalat STAI Azziyadah Klender)

Sering kita mendengar betapa mudahnya melakukan Nikah Siri, yakni menikah ‘rahasia’ atau menikah tanpa melalui proses catatan sipil.

Salah satu alasan menikah siri dianggap mudah karena cukup menghadirkan tokoh masyarakat atau tokoh agama setempat yang bertugas menjadi wali nikah.

Lalu, bagaimana kedudukannya dalam hukum?

Saya berpendapat, fenomena ini merupakan contoh betapa orang-orang menggampangkan hukum. Jika ini dilakukan, maka berhati-hatilah karena hal tersebut bisa menjadi fasad nikahnya. Persoalannya, seringkali Wali Perempuan tidak tahu menahu.

Terkait hal ini, saya kutip pernyataan dalam Al-Fiqh alaa Madzaahib al-Arba’ah IV/46 berikut ini:

الفقه على المذاهب الأربعة ج 4 ص 46

قد عرفت مما ذكرناه أن الشافعية والمالكية اصطلحوا على عد الولي ركنا من أركان النكاح لا يتحقق عقد النكاح بدونه واصطلح الحنابلة و الحنفية على عده شرطا لا ركنا وقصروا الركن على الإيجاب والقبول إلا أن الحنفية قالوا : أنه شرط لصحة زواج الصغير والصغيرة والمجنون والمجنونة ولو كبارا أما البالغة العاقلة سواء كانت بكرا أو ثيبا فليس لأحد عليها ولاية النكاح بل لها أن تباشر عقد زواجها ممن تحب بشرط أن يكون كفأ وإلا كان للولي حق الاعتراض وفسخ العقد

“Telah engkau ketahui dari penjelasan kami bahwa kalangan Syafi’iyyah dan Malikiyyah mengartikan keberadaan seorang wali dalam pernikahan merupakan bagian dari rukun-rukun nikah dalam arti tidak akan terjadi pernikahan tanpa seorang wali.

Kalangan Hanabilah dan Hanafiyyah mengartikan keberadaan seorang wali dalam pernikahan menjadi syarat dalam pernikahan, sedangkan rukun nikah hanya sebatas ‘ijab dan qabul’. Kalangan Hanafiyyah menilai wali menjadi syarat sahnya pernikahan seorang bocah laki-laki ataupun perempuan dan orang gila laki-laki ataupun perempuan meskipun ia telah dewasa.

Sedangkan untuk wanita dewasa yang normal akalnya, baik masih gadis ataupun janda maka tidak ada seorangpun berhak menjadi perwalian atas nikahnya, dia bisa menjalani pernikahan dengan lelaki yang ia cintai bila memang sepadan dengannya. Bila tidak, seorang wali berhak menentang dan menfasakh (merusak) pernikahannya…..”

Wallahu a’lam bish shawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here