Umat Harus Tetap Bersatu Jaga Ruang Dakwah Islamiyah

1113
Ketua Umum Parmusi, Usamah Hisyam saat memberikan sambutan dalam acara menggelar Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) I di Hotel Holiday Inn Jakarta, Minggu (29/11/2020).

Jakarta, Muslim Obsession – Umat Islam Indonesia harus tetap bersatu untuk menjaga ruang dakwah islamiyah agar tetap kondusif di tengah-tengah berbagai problematika dan tantangan umat, bangsa, dan negara yang terjadi sepanjang tahun 2020.

Setelah menjalani tujuh dasawarsa, yakni 75 Tahun Indonesia Merdeka, umat Islam sebagai golongan terbesar bangsa ini seharusnya semakin cerdas dalam menyikapi berbagai persoalan keumatan dan kebangsaan. Sehingga problematika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diributkan tidak selalu yang bersifat ideologis, dan cenderung setback dari waktu ke waktu.

Karena itu seluruh komponen umat Islam khususnya kelompok- kelompok srategis harus segera berikhtiar secara sungguh-sungguh mewujudkan “Keislaman dalam KeIndonesiaan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didasarkan pada UUD 1945”.

Sehingga seluruh sikap, perilaku, kebijakan dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara dapat sesuai dengan nilai-nilai keislaman yang menjiwai kelima sila Pancasila.

Demikian diungkapkan Ketua Umum PP Parmusi (Persaudaraan Muslimin Indonesia) H. Usamah Hisyam usai menghadiri diskusi refleksi akhir tahun bersama Tim Kecil Pengurus Harian Pusat Parmusi di Jakarta.

Tim Kecil terdiri dari Usamah, Sekjen Abdurrahman Syagaff, para Ketua KH Farid Ahmad Okbah, Prof Dr KH Husnan Bey Fananie, Ustadz Syafruddin Anhar, Bendahara Umum Dewi Achyani, dan moderator wakil sekretaris Ferawati. Diskusi berlangsung di Parmusi Center, Senin (28/12/2020).

Usamah menyayangkan berbagai konflik serta benturan antara pemerintah, aparat dan kelompok masyarakat yang terjadi di penghujung 2020 saat bangsa ini berjuang melawan musibah Covid-19.

Hal itu, katanya, lebih dikarenakan tertutupnya ruang dialog yang seharusnya dibuka lebar. Kasus pulangnya Pimpinan FPI Habib Rizieq Syihab (HRS), yang berlanjut pada berkumpulnya massa di Markas FPI, dan berujung pada ketegangan antar aparat dan pengikut HRS yang berakibat dengan tewasnya enam orang pengawal HRS, serta pembubaran FPI, seharusnya tak perlu terjadi.

Sebelum HRS mendarat di Jakarta, Usamah mengungkapkan, pihaknya telah mengirim pesan melalui pimpinan Majelis Syariah Parmusi KH. Abah Raudl Bahr yang telah diatur bertemu Wakil Presiden KH Ma’ruf Amien agar berkenan diadakan silaturahim tertutup dengan HRS di tempat Netral.

Menurutnya, Wapres sudah setuju, HRS juga sudah setuju, tetapi entah mengapa setelah rencana silaturahim itu terpublikasi melalui pers oleh Jubir Wapres Masduki Baidhowi, rencana itu dibatalkan.

“Padahal saya yakin bila HRS dan Wapres sudah bertemu, semua ketegangan berakhir. Apa yang ingin saya katakan? Ada kekuatan besar lainnya yang mampu menggagalkan pertemuan kedua tokoh itu, sehingga ketegangan antara FPI dan aparat tetap berlangsung,” ungkap Usamah.

Usamah yang September 2020 lalu terpilih kembali secara aklamasi sebagai Ketua Umum Parmusi untuk periode kedua kalinya menandaskan, peristiwa tertembaknya enam laskar FPI dan pembubaran FPI mencerminkan bahwa bangsa Indonesia selalu setback dalam menyelesaikan setiap persoalan yang ada.

Hal ini dikarenakan para elite bangsa tidak pernah tuntas dalam menyelesaikan tafsir nilai-nilai ideologis Pancasila yang dapat diamalkan secara konsisten dan konsekuen oleh segenap komponen bangsa.

Ketegangan yang selalu terjadi antara pemerintah, korporasi, dan civil society sebagai pilar terpenting suatu negara selalu bersifat dan berakar ideologis. Karena tafsir terhadap implementasi nilai-nilai Pancasila selalu subyektif, bergantung pada selera elit penguasa.

Dari zaman Orla, Orba sampai Orde Reformasi selalu saja ada ketegangan ideologis, karena implementasi nilai Pancasila yang subyektif tersebut.

Akibatnya partisipasi masyarakat terhadap berbagai kebijakan pemerintah dan program pembangunan selalu rendah, termasuk dalam penyelesaian Covid-19.

“Karena itu MPR sebaiknya memberikan tafsir final terhadap nilai-nilai Pancasila dengan melibatkan seluruh elite stakeholder bangsa dan negara. Karena bila ini dilakukan, saya yakin konsepsi Keislaman dalam Keindonesiaan merupakan ruh daripada nilai-nilai Pancasila, sehingga ke depan tak perlu lagi adanya politik identitas, yang mengakibatkan ketegangan sosial,” tandas Usamah. (Mam)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here