Trik Memajukan Madrasah ala Riska Haneri

2157
Membangun madrasah yang kreatif diperlukan strategi cerdas, seperti melakukan gerakan literasi, aktif menggerakkan peran serta masyarakat, menerapkan pendekatan modern pembelajaran aktif dan program rutin mengaji Al-Quran. (Foto: Istimewa)

Kukar, Muslim Obsession – Madrasah Ibtidaiyah (MI) Attolibin merupakan sekolah yang sederhana. Bangunannya masih banyak yang terbuat dari kayu. Di Kecamatan Sebulu Kutai Kartanegara yang terdapat 26 SD dan 1 SD Swasta, madrasah ini harus bersaing untuk mendapatkan siswa dan mengejar prestasi lainnya.

Untuk itu bersama komite madrasah, Riska Haneri, kepala madrasah berusaha membuat berbagai gerakan inovatif. Riska memiliki beberapa jurus untuk itu; melakukan gerakan literasi, aktif menggerakkan peran serta masyarakat, menerapkan pendekatan modern pembelajaran aktif dan program rutin mengaji Al-Quran.

Gerakan Literasi Sekolah

Agar lulusan siswanya berwawasan luas dan pandai berkomunikasi, madrasah Ini mengadakan beberapa gerakan literasi. Pertama, rutin melakukan program membaca senyap selama 15 menit, terutama di hari Jumat dan Sabtu.

Kegiatan membaca dilakukan 10 menit, dan 5 menit berikutnya para siswa ditanya tentang isinya atau menceritakan isi buku ke depan. Di kelas bawah, guru sering menceritakan isi buku dan meminta anak untuk berani menceritakan kembali.

“Sebagai awalan, kegiatan membaca ini sudah rutin di hari Jumat dan Sabtu, di hari-hari lain intensitasnya masih kurang, kami akan tingkatkan ke depan. Ini masih dalam tahap pengenalan,” ujar Riska.

Kedua, melakukan lomba literasi. Lomba diadakan setahun sekali, bertepatan dengan peringatan kemerdekaan Indonesia. Setiap kelas mengirimkan wakilnya dua orang, satu perempuan satu laki-laki. Lomba dibagi menjadi dua tingkatan, yaitu kelas atas 4,5 dan 6 dan kelas bawah 1, 2 dan 3.

Lomba berbentuk menceritakan kembali isi buku bacaan. Penilaian dilakukan oleh empat juri guru-guru di madrasah tersebut, dan didasarkan atas beberapa kriteria, yakni intonasi, ekspresi, menarik tidaknya cerita dan kepercayaan diri siswa.

“Yang paling menarik dari lomba demikian adalah melihat munculnya bakat-bakat siswa. Ternyata banyak anak-anak yang pemberani dan ekspresif. Tanpa lomba ini, kita tidak akan mengetahui ternyata banyak anak-anak yang percaya diri di madrasah ini,” ujar Riska.

Ketiga membuat Pojok Baca dan Pengadaan Buku Sekolah lewat Peran Serta Masyarakat; orangtua siswa di sekolah ini menyumbang secara sukarela buku-buku cerita ke sekolah; minimal yang didapatkan adalah satu buku satu orangtua siswa. Mereka juga membangun pojok-pojok baca di setiap kelas tempat anaknya belajar.

“Kurang lebih kami dapatkan 250 sumbangan buku dari orangtua siswa, setelah kami umumkan bahwa sekolah ini akan melakukan gerakan literasi dan membutuhkan peran serta orangtua siswa,” ujar Riska.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here