Tolak Omnibus Law, Ketum Parmusi Serukan Ormas dan Umat Islam Bersatu Dukung MUI

6671
Usamah Hisyam
Ketua Umum PP Parmusi, H. Usamah Hisyam.

Jakarta, Muslim Obsession – Ketua Umum Parmusi (Persaudaraan Muslimin Indonesia) Usamah Hisyam menyerukan agar ormas-ormas Islam dan umat Islam bersatu mendukung Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menolak Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja.

Menurut Usamah, Omnibus Law yang menghapus kewajiban makanan bersertifikat halal itu telah menciderai hati umat Islam di Tanah Air.

“Parmusi dalam hal ini mendukung penuh sikap MUI yang disampaikan Sekjen MUI Anwar Abbas yang bersikap keras terhadap RUU tersebut. Kami juga mengimbau seluruh ormas Islam bersatu mendukung MUI menolak RUU ini,” kata Usamah kepada Muslim Obsession, Selasa (21/1/2020) malam.

Tak hanya ormas Islam, Usamah juga mengimbau seluruh elemen umat Islam untuk bereaksi menolak RUU tersebut.

Baca juga:

Sekjen MUI: Omnibus Law Jangan Bertentangan dengan Pancasila

Omnibus Law Hapus Kewajiban Makanan Harus Bersertifikat Halal!

“Saya kira ini harus dilawan oleh berbagai elemen umat Islam, baik majelis-majelis taklim, takmir masjid, pelajar dan mahasiswa Islam, dan elemen umat Islam lainnya,” tegas Usamah.

Adanya Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja yang menghapus kewajiban makanan bersertifikat halal, lanjutnya, akan merugikan umat Islam sebagai penduduk mayoritas di Tanah Air.

Menurutnya, umat Islam merupakan konsumen terbesar produk makanan dan minuman. Oleh karenanya seluruh produk makanan dan minuman semestinya bersertifikat halal sebagai standard kelayakan produk yang dikonsumsi umat Islam.

“Jika pemerintah paham dan menghormati umat Islam, seharusnya mendukung dan memperketat persoalan produk halal ini, bukan malah menghapusnya,” tandas Usamah.

Sebelumnya, MUI bereaksi terhadap Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja yang menghapus kewajiban makanan bersertifikat halal. Sekjen MUI Anwar Abbas bahkan menyebut Omnibus Law bertentangan dengan Pancasila terutama sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa.

“Apa saja yang kita lakukan dan kebijakan apa saja yang kita buat, apakah itu dalam bidang politik dan atau ekonomi tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama,” kata Anwar di Gedung MUI Pusat Jakarta, Selasa (21/1/2020).

Buya Anwar menegaskan, Pasal 29 ayat 1 UUD 1945 menyebutkan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karenanya Omnibus Law yang dimaksudkan untuk memudahkan investasi juga harus sejalan dengan konstitusi dan realitas masyarakat yang agamis.

“Kebijakan pemerintah harus mendukung bagi tegaknya ajaran agama itu sendiri, terutama agama Islam yang merupakan agama mayoritas dari penduduk di negeri ini,” ujarnya.

Seperti diketahui, pemerintah menghapus sejumlah pasal dalam UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal di dalam pasal 552 draft Omnibus Law tentang Cipta Lapangan Kerja.

Beberapa pasal di UU Jaminan Halal akan dihapus yaitu Pasal 4, Pasal 29, Pasal 42, Pasal 44.

Pasal 4 UU Nomor 33 Tahun 2014 berbunyi, “Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal”.

Dihapusnya Pasal 4 UU Produk Jaminan Halal, maka pasal yang menjadi turunan Pasal 4 juga dihapus, yaitu:

Pasal 29

(1) Permohonan Sertifikat Halal diajukan oleh Pelaku Usaha secara tertulis kepada BPJPH.

(2) Permohonan Sertifikat Halal harus dilengkapi dengan dokumen: a. data Pelaku Usaha; b. nama dan jenis Produk; c. daftar Produk dan Bahan yang digunakan; dan d. proses pengolahan Produk.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan Sertifikat Halal diatur dalam Peraturan Menteri.

 

Pasal 42

(1) Sertifikat Halal berlaku selama 4 (empat) tahun sejak diterbitkan oleh BPJPH, kecuali terdapat perubahan komposisi Bahan.

(2) Sertifikat Halal wajib diperpanjang oleh Pelaku Usaha dengan mengajukan pembaruan Sertifikat Halal paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku Sertifikat Halal berakhir.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembaruan Sertifikat Halal diatur dalam Peraturan Menteri.

 

Pasal 44

(1) Biaya Sertifikasi Halal dibebankan kepada Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan Sertifikat Halal.

(2) Dalam hal Pelaku Usaha merupakan usaha mikro dan kecil, biaya Sertifikasi Halal dapat difasilitasi oleh pihak lain.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya sertifikasi halal diatur dalam Peraturan Pemerintah.

1 KOMENTAR

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here