Tiga Ormas Golkar Desak RUU HIP Segera Dicabut dari Prolegnas 2020

714

Bantul, Muslim Obsession – Gelombang penolakan terhadap Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) terus berlanjut. RUU ini bukan hanya ditolak oleh semua ormas, tapi juga sejumlah partai politik di DPR. Namun masih ada juga yang pasang badan dan mendukung agar RUU ini disahkan menjadi UU.

Di tengah polemik yang masih tarik ulur kepentingan, politisi senior Partai Golkar Agung Laksono juga meminta ada sikap ketegasan Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto agar memerintahkan fraksi Partai Golkar di DPR RI untuk mencabut dukungan terhadap RUU HIP.

Pasalnya, kata dia, kader Golkar di akar rumput mayoritas menolak terhadap RUU HIP. Bahkan tiga ormas pendiri Golkar yaitu Kosgoro 1957, MKGR dan Soksi Atau Trikarya juga menyatakan menolak, dan mendesak agar DPP Partai Golkar bersikap tegas mencabut dukungan terhadap RUU HIP dari program legislasi nasional (Prolegnas) 2020.

“Trikarya mengusulkan kepada ketua umum agar FPG DPR RI mencabut dukungan terhadap RUU HIP dengan target mencabut RUU HIP dari Prolegnas,” ungkap Agung Laksono, Ketua MPO PPK Kosgoro 1957, di Graha Imogiri Bantul, Sabtu (4/7/2020).

Kehadiran Agung ke Bantul juga dalam rangka Pembekalan dan Pelantikan Dewan Pertimbangan DPD Partai Golkar DIY serta Pelantikan Pimpinan Daerah KPPG dan APMG DIY Masa Bakti 2020-2025. Ia menegaskan semua pimpina dan kader Trikarya sudah sepakat menolak RUU HIP.

“Hasil pertemuan bukan hanya menunda tetapi lebih jauh lagi mencabut RUU HIP. Bahkan kami.meminta hentikan pembahasan RUU HIP,” tegas Agung.

Agung Laksono yang juga Ketua Dewan Pakar DPP Partai Golkar ini menambahkan dirinya menyambut gembira Presiden Joko Widodo menyatakan menunda pembahasan RUU HIP agar bisa fokus menangani pandemic virus Corona atau Covid-19.

“Kami berharap tidak hanya menunda tetapi menghentikan . Kami minta FPG DPR RI menarik. Selanjutnya dihentikan tidak perlu dilanjutkan. Kami juga menolak HIP berganti nama . Kalau ada keinginan lain untuk memperkuat Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) nanti dibuat RUU tersendiri secara terpisah,” tuturnya.

Sementara itu, Ketua Ormas MKGR, Roemkono, menyampaikan sikap serupa, yakni menolak keras RUU HIP. Bahkan RUU itu tidak perlu ganti baju karena justru akan mengeliminasi keagungan Pancasila itu sendiri. “Pancasila itu sudah final tidak perlu dipermasalahkan lagi,” ujar Roemkono.

RUU HIP Sudah Diserahkan ke Pemerintah

Draft RUU HIP yang menjadi inisiatif DPR ini sudah diserahkan kepada pemerintah. Sesuai aturan, pemerintah memiliki waktu hingga 20 Juli 2020 untuk merespons RUU HIP yang dikirim DPR. Respons ini tergantung pada dinamika yang ada di pemerintahan, dalam hal ini presiden, untuk mengkomunikasikannya dengan para pimpinan partai politik pendukung.

Pilihan sikap pemerintah terhadap RUU HIP, bisa dalam bentuk tidak mengeluarkan surat presiden (Surpres) untuk pembahasan hingga batas waktu 20 Juli atau 60 hari sejak dikirim DPR.

Selain itu, pemerintah bisa mengembalikan kepada DPR karena penolakan dari elemen masyarakat atau menyusun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang isinya mencoret semua materi RUU yang menuai penolakan.

Atau bisa juga membatasinya pada pengaturan eksistensi dan tugas pokok serta fungsi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Dalam hal ini RUU HIP secara keseluruhan diganti menjadi RUI BPIP, untuk menguatkan payung hukum BPIP seperti yang diusulkan PBNU.

Mekanisme selanjutnya jika pemerintah sudah mengambil keputusan, tahapan berikutnya diserahkan kembali kepada DPR. Nanti apakah DPR akan langsung membahasnya bersama pemerintah atau menunggu hingga masa pandemi covid-19 ini mereda. Bisa diliat situasinya.

Pemerintah belum respons

Sampai saat ini pemerintah belum memberikan respons atas draft RUU HIP. Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menyebut pemerintah sampai saat ini masih mengkaji perkembangan yang ada sebelum merespons DPR.

“Menurut undang-undang, pemerintah mempunyai waktu 60 hari dari usul DPR, merespons DPR. Tentunya respons apa yg terjadi di sana, pemerintah mempunyai beberapa opsi-opsi yang sampai sekarang kami terus mengkaji perkembangan-perkembangan yang ada,” kata Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/7).

Yasonna menjelaskan, sejumlah opsi yang bisa dilakukan emerintah antara lain bisa melalui mekanisme daftar penghapusan pasal-pasal tertentu. Kemudian bisa juga dengan menyurati DPR dalam membentuk rapat bersama untuk melakukan pembahasan kelanjutan RUU HIP.

“Nanti kita lihat perkembangannya. Pemerintah masih mempunyai jangka waktu yang panjang, masih ada waktu sejak diserahkan oleh DPR,” ujarnya.

Adapun, RUU Haluan Ideologi Pancasila menimbulkan penolakan dari sejumlah organisasi keagamaan dan komunitas seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Muhammadiyah, dan Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri.

Salah satu penyebabnya, karena tidak tercantumnya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI dan Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme dalam draf RUU itu. (Albar)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here