Tiga Macam Orang yang Tidak Perlu Ditanggapi

660

Oleh: Drs. H. Tb Syamsuri Halim, M.Ag (Pimpinan Majelis Dzikir Tb. Ibnu Halim dan Dosen Fakultas Muamalat STAI Azziyadah Klender)

Saat bermusyawarah atau hadir dalam sebuah majelis ilmu, kita sering berada dalam kondisi tanya-jawab atau bahkan berdebat. Dalam konteks ini, Imam Hujjatul Islam, Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad Al-Ghozali radhiyallahu ‘anhu dalam kitab Ayyuhal Walad menyebutkan ada empat golongan manusia terkait mengajukan pertanyaan dan bantahan.

Tiga golongan tidak perlu ditanggapi dan dijawab pertanyaan serta bantahaannya, sedangkan satu golongan harus untuk ditanggapi dan dijawab pertanyaannya.

Tiga golongan yang tidak perlu ditanggapi adalah:

1. Orang yang bertanya atau membantah dikarenakan perasaan hasud dan emosi.

Orang yang demikian tidak perlu ditanggapi, sebab sefasih apapun atau sejelas apapun jawaban kita, itu hanya akan menambah rasa hasud dan emosinya. Maka cara terbaik menghadapinya adalah dengan tidak menanggapi. Dikatakan dalam Syair.

كُلُّ الْعَدَاوَةِ قَدْ يُرْجَى إِزَالَتُهَا *إِلَّا عَدَاوَةَ مَنْ عَادَاكَ عَنْ حَسَدٍ

“Setiap permusuhan selalu ada harapan untuk dihilangkan, kecuali permusuhan orang yang memusuhimu karena iri hati (hasud)”.

Jangan pedulikan dia, dan biarkan ia bersama penyakit hatinya itu. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

فَأَعْرِضْ عَن مَّن تَوَلَّىٰ عَن ذِكْرِنَا وَلَمْ يُرِدْ إِلَّا ٱلْحَيَوٰةَ ٱلدُّنْيَا

“Maka berpalinglah hai Muhammad dari orang yang berpaling dari peringatan Kami dan tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi,” (QS. An-Najm:29).

Setiap perbuatan dan perkataan orang yang memiliki sifat hasud sebenarnya akan semakin membakar dan menghabiskan pahala amalannya tanpa ia sadari. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

والحسد ياكل الحسنات كما تاكل النار الحطب

“Hasud itu memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar,” (HR. Abu Dawud)

2. Orang yang bertanya atau membantah karena bodoh dan merasa paling benar.

Kebodohan yang seperti ini tidak dapat diobati. Nabi Isa ‘alaihissalam mengatakan:

إني ما عجزت عن إحياء الموتى وقد عجزت عن معالجة الأحمق

“Tidak sulit bagiku untuk menghidupkan orang mati, tapi aku tidak mampu mengatasi orang bodoh”.

Orang bodoh yang dimaksud adalah orang bodoh yang baru belajar sedikit ilmu, kemudian ia mulai merasa paling pintar dan membantah setiap perkataan ulama besar yang menghabiskan seluruh hidup untuk ilmu.

Ini semua karena kebodohannya, ia mengira bahwa permasalahan yang ia tidak tahu jawabannya adalah juga tidak diketahui jawabannya oleh orang alim lainnya.

Maka janganlah menyibukan diri menjawab bantahan dan pertanyaan orang ini, sebab jawaban terbaik bagi orang bodoh seperti ini adalah diam.

3. Orang yang bertanya dengan niat baik akan tetapi pemahamannya kurang, sehingga dipastikan tidak dapat memahami jawabannya.

Orang ini bertanya dengan niat mencari petunjuk. Tapi ia memiliki kekurangan dalam pemahamannya, seandainya dijawab pertanyaannya ia akan memahami dengan pemahaman yang keliru dari yang dimaksudkan.

Orang yang demikian juga seharusnya tidak dijawab pertanyaannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أمرنا أن نكلم الناس على قدر عقولهم

“Kami diperintahkan untuk berbicara dengan manusia sesuai dengan kadar akal mereka,” (HR Dailami).

Adapun orang yang kebodohannya dapat diobati, yaitu orang yang bertanya dengan niat mencari petunjuk dan memiliki pemahaman yang baik.

Ia tidak dikuasai perasaan hasud dan emosi, tidak ingin terkenal dan tidak pula mencari kedudukan dan harta. Ia bertanya atau membantah bukan karena ingin mempersulit atau menguji.

Orang yang demikian ini adalah pencari ilmu yang benar. Jika ia bertanya maka boleh bagi kita untuk menyibukan diri dengan menjawab dan menjelaskannya, bahkan wajib bagi orang yang berilmu untuk menjawabnya.

Wallahu a’lam bish shawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here