Simpatik terhadap Pelaku Zina, Bagaimana Hukumnya?

836

Tanya:

Assalamu’alaikum.. Ustadz, ada fenomena aneh sekarang ini. Yakni terkait kasus seorang selebritis yang mengaku berzina, justru mendapat dukungan karena dia dinilai hebat bisa jujur atas perbuatannya. Dan anehnya lagi, apresiasi juga diberikan kepada lelaki pasangan selebritis itu yang legowo atas perbuatan pasangannya tersebut. Apresiasi dan simpatik itu juga banyak berasal dari netizen yang notebene mereka muslim. Bagaimana Ustadz melihat ini? Mohon pencerahannya, Ustadz. Syukran, jazakallah..

Jawab:

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Saya melihat situasi ini sebagai fenomena Akhir Zaman, sebab zina sudah dihalalkan oleh semua orang. Sehingga ketika seorang laki-laki ketahuan berzina terasa tidak ada beban, asal ia bertanggungjawab mau menikahi wanita zinanya. Wal iyadzu billah.

Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari, Abu Malik Al-Asy’ari berkata bahwa dia mendengar Nabi ﷺ bersabda:

لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ

“Sungguh ada dari umatku beberapa kaum yang menghalalkan (menganggap halal perzinahan, sutera, minuman keras, dan musik-musik,” (HR. Bukhari).

Makna yastahilluuna (menghalalkan), menurut Ibnul ‘Arabi adalah mereka meyakininya sebagai sesuatu yang halal, sehingga mereka terus-menerus melakukannya tanpa beban, seolah-olah menikmati sesuatu yang halal. (Disarikan dari ucapan Ibnul ‘arabi dari Fathul Baari: 16/61 dari Maktabah Syamilah).

Lalu bagaimana umat Islam harus bersikap? Sikap kita sebagai muslim, minimal adalah prihatin terhadap perzinahan tersebut.

Dengan sikap prihatin ini saja dianggap oleh Rasulullah ﷺ sebagai kelemahan iman seseorang. Nabi ﷺ bersabda:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ

“Barangsiapa diantara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia merubah dengan tangannya, lalu jika tidak bisa maka dengan lidahnya, lalu jika tidak bisa maka dengan hatinya, dan ini adalah selemah-lemah iman,” (HR. Muslim).

Status hukum orang yang mendukung zina

Seorang muslim yang simpatik dikhawatirkan memiliki kesamaan sikap dengan orang-orang yang mendukung orang lain untuk berbuat zina. Jika demikian, maka ia berarti telah durhaka kepada Allah Ta’ala dan Nabiyullah Muhammad ﷺ.

Ini artinya, orang yang simpatik dan mendukung itu imannya lemah dan ia terancam bahaya-bahaya besar, yaitu berupa penyakit-penyakit hati dan efek-efeknya, cepat maupun lambat.

Dampak buruknya lagi, sikap simpatik itu pada akhirnya bisa menjadi pembenaran atas perilaku zina, sehingga dikhawatirkan bisa menjadi pembenaran yang mutlak di tengah masyarakat.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَىٰ لِسَانِ دَاوُودَ وَ عِيسَ ابْنِ مَرْيَمَ ۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ . كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُّنْكَرٍ فَعَلُوهُ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ

“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Dawud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu,” (QS. Al-Ma’idah: 78-79).

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ النَاسَ إِذَا رَأَوُا الْمُنْكَرَ فَلَمْ يُنْكِرُوْهُ أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللهُ بِعِقَبِهِ

“Sesungguhnya manusia itu bila melihat kemungkaran tapi tidak mengingkarinya, maka dikhawatirkan Allah akan menimpakan siksaNya yang juga menimpa mereka,” (HR. Abu Dawud).

TUTUPILAH AIBMU

Islam mengajarkan agar aib itu mesti ditutupi atau disembunyikan, bahkan termasuk perbuatan zina.

Rasulullah ﷺ mencela pelaku maksiat yang membuka aibnya sendiri, padahal Allah Ta’ala telah menutupinya. Beliau ﷺ bersabda:

كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًا إِلاَّ الْمُجَاهِرِيْنَ, وَإِنَّ مِنَ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ باِللَّيْلِ عَمَلاً, ثُمَّ يُصْبِحُ وَقَدْ سَتَرَهُ اللهُ فَيَقُوْلُ: يَافُلاَنُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ سَتَرَهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللهِ عَنْهُ

“Setiap umatku dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan (melakukan maksiat). Dan termasuk terang-terangan adalah seseorang yang melakukan perbuatan maksiat di malam hari, kemudian di pagi harinya -padahal Allah SWT telah menutupnya-, ia berkata: wahai fulan, kemarin aku telah melakukan ini dan itu –padahal Allah SWT telah menutupnya- dan di pagi harinya ia membuka penutup Allah SWT terhadapnya,” (HR. Bukhari dan Muslim).

Syaikh Abdurrahman Baalawi mengutip fatwa para ulama Hadrami, menulis:

 لاتتوقف توبة الزاني أوالقاتل على تسليم نفسه للحد وان تحتم بثبوته عندالحاكم بل لاتتوقف حتى فى حق الأدمي الواجب تسليم نفسه.فإِذاندم صحت توبته في حق الله تعالى وبقيت معصية حق الأدمي

“Taubatnya orang yang zina atau yang membunuh tidak butuh/harus menyerahkan dirinya untuk dihad, walaupun hal itu wajib dilakukan jika terbukti di hadapan hakim. Bahkan tidak wajib menyerahkan diri untuk dihad walaupun pada haqqul adami. Jika dia telah menyesal maka sah taubatnya dalam urusannay dengan Allah dan tetap dosa untuk urusan dengan manusia,” (Kitab Bughyatul Mustarsyidin).

Sementara Muhammad Syakur dalam Marjiul Akbar mengutip penjelasan dari Imam Syarwani, mengatakan:

 ويسن للزاني ولكل من ارتكب معصية الستر على نفسه فإظهارها ليحد أو يعزر خلاف المستحب

“Sunnah bagi pelaku zina dan segala perbuatan maksiat untuk menutupi perbuatannya tersebut. Menyerahkan diri dan mengakui perbuatannya di depan hakim untuk dilakukan had adalah makruh,” (Asy-Syarwani – Marji’ul Akbar).

Demikian, wallahu a’lamu bish shawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here