Setiap Kita Adalah Pemimpin

5970

Kriteria Pemimpin

Memiliki pemimpin yang dapat diteladani, tentu saja tidak mudah. Meski demikian, memiliki pemimpin yang dapat diteladani merupakan sebuah keharusan agar masyarakat yang dipimpinnya memiliki acuan dalam berkehidupan. Memang tak sembarang orang bisa menjadi pemimpin. Ini karena selain tanggung jawab yang berat di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla kelak, pemimpin juga haruslah mempunyai sifat-sifat terpuji yang bisa dijadikan panutan bagi yang dipimpinnya.

Para pakar telah lama menelusuri Al-Quran dan Hadits dan menyimpulkan minimal ada empat kriteria yang harus dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk menjadi pemimpin. Semuanya terkumpul di dalam empat sifat yang dimiliki oleh para nabi/rasul sebagai pemimpin umatnya, yaitu: Pertama adalah Shidq, yaitu kebenaran dan kesungguhan dalam bersikap, berucap, dan bertindak di dalam melaksanakan tugasnya. Lawannya adalah bohong.

Kedua adalah Amanah, yaitu kepercayaan yang menjadikan dia memelihara dan menjaga sebaik-baiknya apa yang diamanahkan kepadanya, baik dari orang-orang yang dipimpinnya, terlebih lagi dari Allah swt. Lawannya adalah khianat. Kriteria ketiga adalah Tabligh, yaitu penyampaian secara jujur dan bertanggung jawab atas segala tindakan yang diambilnya (akuntabilitas dan transparansi). Lawannya adalah menutup-nutupi (kekurangan) dan melindungi (kesalahan); dan kriteria yang keempat adalah Fathonah, yaitu kecerdasan, cakap, dan handal yang melahirkan kemampuan menghadapi dan menanggulangi persoalan yang muncul. Lawannya adalah bodoh.

Jika menelusuri Al-Quran, kita juga dapat menjumpai beberapa ayat yang berhubungan dengan sifat-sifat pokok yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, di antaranya terdapat dalam surat As-Sajdah: 24 dan Al-Anbiya: 73. Sifat-sifat dimaksud adalah:

Pertama, kesabaran dan ketabahan. Kesabaran dan ketabahan dijadikan pertimbangan dalam mengangkat seorang pemimpin. Sifat ini merupakan syarat pokok yang harus ada dalam diri seorang pemimpin. Sedangkan yang lain adalah sifat-sifat yang lahir kemudian akibat adanya sifat (kesabaran) tersebut. Perhatikan firman Allah dalam QS. As-Sajdah: 24, “Kami jadikan mereka pemimpin ketika mereka sabar/tabah”.

Kedua, mampu menunjukkan jalan kebahagiaan kepada umatnya sesuai dengan petunjuk Allah ‘Azza wa Jalla. Seorang pemimpin dituntut tidak hanya menunjukkan tetapi mengantar rakyat ke pintu gerbang kebahagiaan. Atau dengan kata lain tidak sekadar mengucapkan dan menganjurkan, tetapi hendaknya mampu mempraktikkan pada diri pribadi kemudian mensosialisasikannya di tengah masyarakat.

Pemimpin sejati harus mempunyai kepekaan yang tinggi (sense of crisis), yaitu apabila rakyat menderita dia yang pertama sekali merasakan pedihnya dan apabila rakyat sejahtera cukup dia yang terakhir sekali menikmatinya. Lihatlah QS. Al-Anbiya [21]:73 yang berbunyi: “Mereka memberi petunjuk dengan perintah Kami”.

Ketiga, telah membudaya pada diri mereka Kebajikan. Hal ini dapat tercapai (mengantarkan umat kepada kebahagiaan) apabila kebajikan telah mendarah daging dalam diri para pemimpin yang timbul dari keyakinan ilahiyah dan akidah yang mantap tertanam di dalam dada mereka. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam QS. Al-Anbiya:73, “Dan Kami wahyukan kepada mereka (pemimpin) untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan baik dan menegakkan sholat serta menunaikan zakat”.

Di era modern ini, tampaknya para pemimpin harus memiliki kriteria spesifik yang sejalan dengan kondisi saat ini. Selain sejumlah kriteria di atas, ada empat syarat lain untuk menjadi pemimpin: Pertama, memiliki aqidah yang benar (‘aqidah salimah). Kedua, memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas (`ilmun wasi`un). Ketiga, memiliki akhlak yang mulia (akhlaqulkarimah). Dan keempat, memiliki kecakapan manajerial dan administratif dalam mengatur urusan-urusan duniawi.

Demikian beberapa kriteria pemimpin yang diharapkan mampu menjadi tolok ukur keberhasilan sebuah masyarakat. Jika semua kriteria itu ada dalam diri seorang pemimpin, insya Allah negeri ini akan menjadi Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur atau Gemah Ripah Loh Jinawi. Penjara pun tidak akan penuh oleh para pemimpin rakyat yang dijebloskan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena menggerogoti uang rakyat. Di sisi lain, para pemimpin akan malu jika melakukan sebuah kesalahan, meskipun kecil, karena ada Allah ‘Azza wa Jalla yang selalu mengawasinya.

Kita semua adalah pemimpin. Maka kita pun seyogianya harus berhati-hati dalam berpikir, bersikap, dan bertindak. Kita harus selalu ingat bahwa ada ancaman Allah untuk mereka yang ‘gagal’ dalam mengemban amanah dari-Nya, baik sebagai pemimpin pemerintahan, suami, istri, majikan, pembantu, atau status lainnya. Ancaman Allah itu, tentu saja lebih mengerikan dibandingkan ancaman hukuman di Indonesia yang seringkali tebang pilih.

Sekali lagi, setiap kita adalah pemimpin. Maka waktunya akan tiba, suka atau tidak suka, kita akan duduk dibangku ‘pesakitan’ di hari akhirat dan semua yang pernah dilakukan di dunia ini akan ditanyakan secara detail, tak ada sedikitpun yang terlewat. Ada ancaman dan ada janji indah yang telah disiapkan, dan semua keputusan ada dalam genggaman-Nya.

Wallahu A’lam bish Shawab. (**)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here