Senja di Teluk Penyu (Bagian 2)

1191

“Buat apa aku hidup, Mas?” tanyanya dengan mata basah dan penuh luka.

“Kamu tahu kenapa pantai ini dinamakan Teluk Penyu?” tanyaku pelan.

Wulan menatapku masih dengan wajahnya yang basah, tapi dia diam tak mampu menjawab. Atau dia memang enggan untuk menjawab.

“Dulu sekali, di sini ada banyak penyu berkembang biak. Mereka menyembunyikan telur-telurnya di antara timbunan pasir, lalu kembali lagi ke laut. Apa yang terjadi pada telur-telurnya? Dibiarkan saja, hingga saatnya menetas dan anak-anak penyu merangkak ke pantai. Di antara mereka tidak semuanya selamat. Ada yang dimakan burung, dimangsa predator, dan mati. Dari seribu telur penyu, hanya dua yang bisa hidup sampai tua dan meninggal dengan tenang.

“Setiap kita punya masalah, tapi jangan pernah menyerah. Sebagaimana penyu yang tetap berjuang meski yang dihadapinya adalah serangkaian rintangan. Kita manusia bisa lebih baik dari seekor penyu.”

“Mas, aku akan kembali untuk menemuimu. Aku akan melihat keadaanmu, suatu hari nanti jika aku telah siap.” Janjinya.

(Bersambung)
________________________________________
Yuni Astuti, tinggal di Kota Serang-Banten. Aktif di Forum Lingkar Pena (FLP) Banten .

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here