Sekjen PBNU: Mengucapkan Salam dari Beberapa Agama Perkuat Ukhuwah Wathoniyah

1096
Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini (Foto: Padasuka)

Jakarta, Muslim Obsession – Kebiasaan para pejabat di Tanah Air yang mengucapkan beragam salam dari beberapa agama dinilai sebagai bentuk budaya yang dapat memperkuat ukhuwah wathoniyah atau persaudaraan kebangsaan.

Demikian dikemukakan Sekjen PBNU A Helmy Faishal Zaini menanggapi surat edaran Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur yang menyatakan bahwa mengucapkan salam semua agama merupakan sesuatu yang bidah, mengandung nilai syubhat, dan patut dihindari oleh umat Islam.

“Assalaamu’alaikum, salhom, om swastiastu, nama budaya dan lain sebagainya dalam pandangan saya sudah menjadi budaya untuk memperkuat ukhuwah wathoniyyah (persaudaraan kebangsaan). Sebagai salam kebangsaan yang tentu semua para tokoh atau pemimpin bermaksud untuk mempersatukan, sepanjang yang saya lihat dari berbagai forum tidak ada satu pun yang berniat menistakan, melecehkan, atau menodai,” ungkap Helmy, seperti dirilis NU, Senin (11/11/2019).

Helmy menjelaskan, salam yang dimaksud itu diucapkan dalam suatu pertemuan yang diyakini terdapat audiens dari berbagai masyarakat dengan latar belakang agama yang berbeda.

Adapun salam yang dikhususkan untuk forum-forum agama dengan audiens yang khusus, yang dipakai adalah salam sesuai dengan agama masing-masing.

Namun demikian, bagi kalangan yang menganggap hal itu sebagai persoalan yang melanggar syariat dalam beragama, Sekjen Helmy berharap agar pendapat itu dihargai untuk kemudian tidak saling diperdebatkan, yang justru akan menimbulkan ketegangan.

“Saya justru bersyukur karena bangsa kita adalah bangsa yang toleran. Misalnya banyak istilah dalam Islam seperti alhamdulillah untuk mengucap syukur, bismillah untuk memulai sesuatu, dan lain sebagainya dalam praktiknya banyak juga digunakan oleh saudara-saudara kita yang non-Muslim. Saya melihat peristiwa itu sebagai proses akulturasi budaya,” katanya.

Ia menilai, sepanjang seluruh yang diucapkan tidak bertentangan dengan niat, sepanjang itu pula kalimat yang menyatakan salam kebangsaan tersebut tidak akan mengganggu akidah dan teologi seseorang. “Hal itu sudah menjadi prinsip utama dalam beragama,” tegas dia.

MUI Jatim mengeluarkan surat edaran bernomor 110/MUI/JTM/2019 yang ditandatangani Ketua MUI Jatim KH. Abdusshomad Buchori dan Sekretaris Umum Ainul Yaqin.

Ketua MUI Jatim KH Abdusshomad Buchori membenarkan bahwa surat itu memang resmi dikeluarkan oleh pihaknya. Imbauan tersebut merupakan tindak lanjut dari rekomendasi Rapat Kerja Nasional (Rakernas) MUI di Nusa Tenggara Barat, 11-13 Oktober 2019 lalu.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here