Sejarah Perundang-Undangan Pelayanan Sertifikasi Halal di Indonesia

638

 

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal

Untuk menjabarkan peraturan yang terdapat pada pasal-pasal yang terkandung dalam UU Nomor 33 tahun 2014 tentang JPH, maka pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal pada Oktober 2019.

Dalam PP ini dijelaskan secara rinci mengenai tugas, wewenang dan fungsi dari institusi-institusi yang terkait dalam sertifikasi halal, yaitu: BPJPH, MUI dan LPH. BPJPH sebagai regulator sertifikasi halal di Indonesia. Sedangkan MUI mempunyai peran dalam sertifikasi auditor halal, penetapan kehalalan produk dan akreditasi LPH.

Sedangkan LPH sendiri, mempunyai tugas melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk. (Lampiran lengkap PP Nomor 31 tahun 2019 dapat diunduh disini).

Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 982 tentang Pelayanan Sertifikasi Halal

Untuk memperjelas pelaksanaan pelayanan sertifikasi halal di Indonesia, Kementerian Agama mengeluarkan Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 982 pada 12 November 2019.

Sebagaimana diketahui, pada KMA No. 982 ini merupakan diskresi dalam pelaksanaan pelayanan sertifikasi halal. Pada KMA tersebut dijelaskan mengenai tugas dan wewenang dari pihak-pihak penyelenggara layanan jaminan produk halal, BPJPH, MUI, dan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) selaku salah satu LPH.

Adapun tugas dan wewenang ketiga badan tersebut antara lain:
a. BPJPH berwenang dalam pengajuan permohonan sertifikasi halal  dan penerbitan sertifikat halal.
b. MUI berwenang dalam pengkajian ilmiah terhadap hasil pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk. Selain itu juga, MUI berwenang dalam pelaksanaan sidang fatwa halal.
c. LPPOM MUI berwenang dalam pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk

Selain menjelaskan tugas dan fungsi ketiga lembaga, KMA ini juga mengatur mengenai pembiayaan layanan sertifikasi halal.

Pada KMA disebutkan bahwa:
a. Layanan sertifikasi halal dikenakan tarif layanan yang dibebankan kepada pelaku usaha yang mengajukan sertifikasi halal;
b. Besaran tarif layanan sertifikasi halal ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
c. Dalam hal peraturan perundang-undangan mengenai besaran tarif layanan sertifikasi halal belum ditetapkan, oleh karenanya, besaran tarif layanan sertifikasi halal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada MUI dan LPPOM MUI yang memberikan layanan sertifikasi halal sebelum ketentuan mengenai peraturan perundang-undangan terkait jaminan produk halal berlaku.

Pada poin terakhir KMA 982 tahun 2019 juga disebutkan bahwa ketentuan teknis pelaksanaan layanan sertifikasi halal akan dibahas dan disepakati dalam bentuk Perjanjian Kerja Sama antara BPJPH, MUI dan LPPOM MUI. (Lampiran lengkap Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 982 Tahun 2019 dapat diunduh disini).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here