Sayyida Al-Hurra, Ratu Bajak Laut Muslimah yang Bikin Eropa Bergidik

1402

Melansir Islami.co, gelar Al-Hurra tersebut sendiri bermakna sebagai pemimpin perempuan tertinggi dalam Islam. Sebagai seorang gubernur perempuan, Sayyida memiliki kemampuan memimpin yang sangat hebat dan mengagumkan.

Lalu mengapa Sayyida Al-Hurra dijuluki sebagai Ratu Bajak Laut muslimah pertama di dunia? Rupanya saat memegang kekuasaan di Maroko, Sayyida memiliki keinginan untuk menaklukkan kembali tanah kelahirannya yang saat itu dikuasai oleh Spanyol.

Ia mencari cara bagaimana strategi untuk merebut kembali wilayah Andalusia. Ia pun kemudian menemukan bahwa pertarungan laut adalah salah satu cara paling efektif untuk merebut Andalusia.

Sayyida berusaha menguasai salah satu jalur laut Eropa dan Timur Tengah dengan membentuk aliansi bersama Barbarossa Al Algeirs Kanselir dari Turki. Dalam aliansi tersebut, ia sepakat bahwa pihak Barbarossa akan menguasai wilayah timur laut Mediterania. Sedangkan dirinya akan menguasai wilayah sebelah barat. Sejak saat itu, Sayyida menjadi Ratu Bajak Laut yang paling ditakuti pada abad ke-16.

Ia berhasil membuat Eropa ketakutan dengan sepak terjangnya dalam memonopoli jalur laut. Sayyida pernah melakukan pembajakan terhadap kapal-kapal yang dimiliki oleh musuh. Bahkan Sayyida juga berhasil satu armada kapal kerajaan Portugis pada tahun 1520. Ia pun menjadi Ratu Bajak Laut muslimah yang sangat ditakuti seantero Eropa.

Pasca kematian suami pertamanya, ketangguhan Sayyida sebagai seorang penguasa perempuan pun tak tertandingi. Dia berhasil menunjukkan bahwa dirinya memang memiliki kapasitas sebagai seorang pemimpin.

Saat itu Sayyida berhasil mempelopori aliansi yang sanggup mendorong umat Islam untuk melawan kolonialisasi Eropa. Bahkan Ottoman menganggap mereka sebagai pejuang yang selalu memperjuangkan kemerdekaan di garis terdepan hingga titik darah penghabisan.

Sejak saat itu Sayyida Al-Hurra menjadi penguasa sekaligus pemimpin bajak laut yang tak terkalahkan di wilayah Mediterania Barat. Namun sayangnya, kepimpinan Sayyida Al-Hurra harus tumbang akibat kudeta yang dilakukan oleh menantu laki-lakinya pada tahun 1542. Sayyida pun kembali di kampung halamannya yang bernama Chefchaouen dan meninggal dunia pada tahun 1561.

Wallahu A’lam bish Shawab…

(Vina)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here