Sang Penjelajah Muslim, Ibnu Battuta

1257
Ibnu-Battuta (Foto: Istimewa)

Muslim Obsession – Tidak banyak yang tahu tentang Ibnu Battuta. Ia adalah penjelajah termasyhur bagi peradaban Islam dan bahkan dunia. Ia mengabdikan dirinya pada langkah kaki yang membawanya ke mana pun ia pergi.

Tilas perjalanannya telah menempuh jarak hingga 120.000 km. Jauh melampaui jarak tempuh yang pernah dilakukan oleh Marco Polo.

Anak muda berasal dari Maroko ini bernama asli Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim al-Lawati atau Shams ‘Ad, atau lebih dikenal sebagai Ibnu Battuta.

Lahir di kota Tangiers, Maroko, pada 24 Februari 1304 M. Ia dibesarkan dalam keluarga yang taat menjaga tradisi Islam. Ayahnya adalah seorang Qadi atau hakim setempat, sehingga ia mendapatkan pendidikan qadi (hukum). Ibnu Battuta begitu tertarik pada ilmu-ilmu fiqih dan sastra Arab.

Catatan Perjalanan

Usianya baru 21 tahun, ketika berkeinginan menunaikan ibadah haji ke Makkah, justru mengantarkan Ibnu Battuta menuju penjelajahan 30 tahun yang gemilang. Perjalanan perdananya dimulai bersama jama’ah dari Tangier untuk berhaji pada tahun 1325 M.

Bersama rombongan, ia menyusuri hutan, bukit, dan pegunungan, berjalan menuju Tlemcen, Bejaia, lalu tiba di Tunisia. Di sini, Ibnu Battuta memutuskan tinggal selama dua bulan.

Dari Tunisia, Ibnu Battuta melanjutkan perjalanan sampai Libya. Sejak meninggalkan Tangier hingga Libya, ia telah menempuh perjalanan darat sekira 3.500 km di bawah teriknya daratan berpasir Afrika Utara. Delapan bulan sebelum musim haji tiba (tahun 1326 M), Ibnu Battuta menuju Alexandria.

Ia terkesima dengan keindahan kota di ujung barat delta sungai Nil tersebut. Menurut Ibnu Battuta, Alexandria adalah satu dari lima tempat paling menakjubkan yang pernah ia kunjungi. Pada saat itu, Alexandria menjadi pelabuhan yang sangat sibuk dengan berbagai aktivitas di bawah kekuasaan kerajaan Mamluk. Setelah beberapa pekan berada di Alexandria, ia pun kemudian singgah di Kairo.

Ketertarikan terhadap dunia sastra membuat Ibnu Battuta mengilustrasikan tiap tempat yang ia lalui dalam bait-bait puisi.

Ia menggambarkan Kairo pada masa itu, “Aku bertamu di Kairo, ibunda dari kota-kota dan kursi Fir’aun sang tirani, sang nyonya empunya wilayah luas nan subur, bangunan-bangunan tak ada batasnya, tak tertandingi akan kecantikan dan keanggunannya, tempat bertemu para pendatang dan pulang, tempat perhentian yang lemah dan kuat, di mana berbondong-bondong manusia menyerbu laiknya gelombang laut, dan semuanya tertampung dalam ukuran dan kapasitasnya.”

Ibnu Battuta kemudian melanjutkan perjalanan menuju Damaskus melalui Yerusalem di bawah pengawasan ketat kerajaan Mamluk. Langkah kaki menggiring Ibnu Battuta menyusuri tempat-tempat suci sepanjang jalur menuju Suriah.

Al-Khalil (Hebron), al-Quds, Bethlehem adalah beberapa tempat suci yang memberi kesan mendalam Ibnu Battuta. Damaskus kemudian menjadi persinggahan Ibnu Battuta selama bulan Ramadhan dan memanfaatkan waktunya untuk belajar. Ibnu Battuta menemui banyak guru, orang-orang terpelajar, dan para hakim setempat, untuk menimba ilmu agama Islam.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here