Penonaktifan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach: NasDem, Marwah Partai, dan Ujian Konsistensi Politik

Muslimobsession.com –Keputusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem menonaktifkan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari keanggotaan Fraksi DPR RI pada Minggu (31/8/2025) menjadi salah satu langkah politik paling mengejutkan dalam pekan ini. Bukan hanya karena nama besar yang melekat pada keduanya, tetapi juga karena langkah ini menyimpan pesan simbolik tentang bagaimana partai politik menjaga marwahnya di tengah derasnya arus pragmatisme politik.
Surya Paloh, Ketua Umum Partai NasDem, dalam siaran persnya menekankan bahwa aspirasi rakyat harus selalu menjadi pijakan utama perjuangan partai. Ia mengingatkan kembali bahwa NasDem didirikan untuk memperjuangkan kepentingan publik, bukan sekadar menyalurkan ambisi pribadi kader. “Aspirasi masyarakat adalah acuan utama perjuangan Partai NasDem,”tegas Surya. Ucapan ini bukan sekadar retorika, melainkan sebuah garis batas tegas yang dipasang oleh partai: siapa pun yang menyimpang dari komitmen pada rakyat, akan mendapatkan sanksi.
Politik Indonesia, dalam perjalanan reformasinya, kerap menghadapi kritik sebagai arena yang terlalu pragmatis. Popularitas tokoh atau kekuatan finansial sering kali menjadi faktor dominan, sementara nilai, etika, dan konsistensi perjuangan sering dikesampingkan. Dalam konteks inilah keputusan NasDem menarik untuk dicermati.
Ahmad Sahroni, yang pada beberapa hari lalu dimutasikan dari jabatannya sebagai Wakil Ketua Komisi III DPR RI, dikenal luas sebagai politisi flamboyan dengan jejaring kuat. Ia punya basis massa, sumber daya, dan kerap tampil di ruang publik. Nafa Urbach, meski baru di dunia politik, membawa popularitas dari dunia hiburan. Keduanya adalah “aset politik”dalam pengertian elektoral. Menonaktifkan mereka tentu bukan keputusan ringan. Langkah ini justru menunjukkan bahwa partai berani mengorbankan keuntungan jangka pendek demi menjaga prinsip yang lebih besar.
Inilah sisi pendidikan politik yang penting. Publik diajak memahami bahwa politik bukan semata kalkulasi elektoral. Ada standar moral yang harus dijaga, ada garis nilai yang tidak boleh dilanggar. Partai yang berani menegakkan disiplin internal secara tegas memberi sinyal bahwa demokrasi masih punya ruang untuk tumbuh sehat.
Tentu, keputusan ini tidak tanpa risiko. Ahmad Sahroni bukan figur sembarangan. Ia memiliki pengaruh kuat di internal DPR maupun di luar parlemen. Menonaktifkannya bisa memunculkan resistensi, baik dari pendukung Sahroni maupun pihak-pihak yang selama ini dekat dengan jejaring politik dan ekonominya. Begitu pula dengan Nafa Urbach, meski relatif baru, kehadirannya membawa daya tarik tersendiri bagi partai.
Namun, risiko inilah yang justru memperlihatkan perhitungan matang Surya Paloh. Baginya, sebuah partai politik tidak boleh kehilangan arah hanya karena mempertahankan popularitas atau kekuatan finansial seorang kader. Jika dibiarkan, justru partai akan kehilangan kepercayaan publik. Dan dalam politik modern, kepercayaan publik adalah modal yang tak ternilai.
Dengan kata lain, NasDem sedang memainkan strategi jangka panjang. Publik lebih mungkin menghargai partai yang berani menegakkan disiplin daripada partai yang membiarkan kadernya melukai perasaan rakyat tanpa konsekuensi.
Penonaktifan ini juga bisa dibaca sebagai peringatan bagi seluruh anggota fraksi maupun kader NasDem di berbagai level. Bahwa ucapan, sikap, dan tindakan mereka tidak hanya mewakili pribadi, melainkan juga membawa nama partai. Kecerobohan seorang kader bisa mencederai perjuangan kolektif.
Bagi partai politik lain, langkah NasDem bisa menjadi cermin. Selama ini, publik kerap skeptis terhadap partai yang cenderung menutup mata terhadap perilaku kader bermasalah, selama kader itu masih membawa suara dan dana. Keputusan Surya Paloh menunjukkan bahwa ada alternatif lain: menegakkan standar, meski harus mengorbankan tokoh populer.
Namun, yang lebih penting adalah konsistensi. Publik tentu akan menunggu apakah NasDem akan terus menegakkan disiplin internal di masa depan. Apakah sikap tegas ini akan berlaku untuk semua kader, atau hanya pada kasus tertentu? Apakah partai akan tetap berpegang pada prinsip ketika menghadapi tokoh yang lebih besar lagi pengaruhnya?
Sejarah menunjukkan bahwa banyak partai di Indonesia tergelincir karena inkonsistensi. Mereka gencar bicara moral politik, tetapi melempem ketika dihadapkan pada kader yang memiliki nilai elektoral tinggi. Jika NasDem mampu menjaga konsistensi, bukan tidak mungkin partai ini akan memperkuat posisinya sebagai kekuatan politik yang berbeda, sebuah partai yang benar-benar berakar pada nilai, bukan sekadar angka suara.
Kasus penonaktifan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach sebetulnya memberikan pelajaran berharga bagi masyarakat luas. Demokrasi tidak hanya hidup di ruang pemilu, tetapi juga di dalam mekanisme partai politik. Partai yang sehat adalah partai yang berani mengatur rumah tangganya sendiri dengan disiplin, transparan, dan berpihak pada rakyat.
Dengan demikian, publik bisa belajar bahwa memilih partai politik bukan hanya soal memilih figur populer, tetapi juga soal menilai bagaimana partai itu menegakkan nilai di dalam dirinya sendiri. Apakah partai hanya menjadi kendaraan politik sesaat, ataukah benar-benar menjadi institusi yang membangun kultur politik sehat di Indonesia?
Keputusan menonaktifkan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach tidak bisa hanya dilihat sebagai urusan internal NasDem. Langkah ini mencerminkan pertarungan besar di balik layar: antara pragmatisme politik dan upaya menjaga marwah partai.
Surya Paloh tampaknya memilih jalan yang lebih sulit, jalan yang tidak selalu populer, tetapi mungkin lebih bermakna dalam jangka panjang. Politik, dalam pandangan ini, bukanlah sekadar soal kursi dan kekuasaan, melainkan tentang menjaga martabat perjuangan rakyat.
Bagi publik, keputusan ini bisa menjadi pengingat bahwa demokrasi sejati hanya bisa bertahan jika partai politik berani menegakkan standar moralnya sendiri. Dan bagi partai politik di Indonesia, langkah NasDem seharusnya menjadi tantangan: berani kah menegakkan disiplin dengan resiko kehilangan figur populer, demi menjaga kepercayaan rakyat?
Untuk saat ini, publik mencatat langkah NasDem sebagai sebuah preseden penting. Namun, ujian sejati akan datang kemudian: apakah partai ini akan terus konsisten dengan semangat yang sama, ataukah akhirnya terjebak dalam pragmatisme yang sama dengan partai-partai lain? (Ali)
Dapatkan update muslimobsession.com melalui whatsapp dengan mengikuti channel kami di Obsession Media Group