Puluhan Tokoh Berembug Selamatkan Partai Islam

2208
Sejumlah tokoh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hadir di kediaman Hamzah Haz di Jakarta, Ahad (17/11/2019). (Foto: Istimewa)

Jakarta, Muslim Obsession – Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sebagai partai Islam tertua di negeri ini harus diselamatkan sebagai penyalur aspirasi politik umat Islam Indonesia karena platform partai ini itdak membeda-bedakan cabang-cabang (furu’iyah) dalam Islam.

Itulah kesepakatan rembukan para tokoh senior dan aktivis pergerakan Islam PPP di kediaman mantan Wakil Presiden Hamzah Haz yang juga mantan Ketua Umum PPP 1999 – 2008.

Pertemuan yang digelar pada Ahad (17/11/2019) tersebut dihadiri sekitar 80 tokoh senior yang saat ini tidak lagi berada di dalam struktur kepengurusan harian partai. Beberapa di antaranya adalah Tosari Widjaya, Djafar Sidik, Anwar Sanusi, Ubaidillah Murad, Ahmad Farial, Alihardi Kiaidemak, Machfudoh Aly Ubaid, Nurhayati Payapo, Chozin Chumaidy, Abdullah Syarwani, Nu’man Abdul Hakim, Saleh Chalid, Endin Sofihara, Ahmad Muqowwam, dan Imam Suhardjo.

Dua tokoh ketua umum partai yang terpecah dua, yakni Soeharso Monoarfa dan Humphrey Djemat tidak tampak hadir. Namun mereka hadir sehari sebelumnya di kediaman Hamzah Haz. Keduanya sepakat untuk kembali mempersatukan barisan.

Dua pimpinan PPP Soeharso Monoarfa dan Humphrey Djemat saat berkunjung ke kediaman Hamzah Haz.

Dalam arahannya Hamzah mengatakan, sebelum Mukatamar berlangsung seluruh komponen PPP harus bersatu, terlibat dalam satu muktamar untuk menentukan kepemimpinan partai ke depan.

“Tanpa kesadaran persatuan para aktivis PPP yang masing-masing memiliki ambisi, sulit bagi kita untuk menyelamatkan PPP. Persatuan partai mutlak dilakukan untuk menyelamatkan PPP ke depan,” tegas Hamzah.

Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi yang hadir memberikan kajian terhadap positoning PPP dalam pentas politik nasional menegaskan, PPP adalah satu-satunya partai Islam yang dapat merangkul semua komponen umat Islam. Karena itu seharusnya PPP memiliki segmen pemilih yang lebih luas daripada partai Islam lainnya.

“Kalau PKB identik dengan NU, PAN dengan Muhammadiyah, PBB dengan Masyumi, maka PPP bisa merangkul semuanya,” ungkap Burhan.

Burhan merasa aneh kesalehan umat Islam yang makin meningkatkan tidak linear dengan hasil perolehan suara partai Islam. Salah satu penyebabnya, kata Burhan, partai nasionalis cenderung tampil sebagai nasional-religius dengan menampilkan tokoh dan organisasi sayap bernafaskan Islam, seperti Baitul Muslimin di PDIP, Satkar Ulama di Golkar, dan Majelis Dzikir Nurussalam di Partai Demokrat.

“Ini tantangan yang harus dijawab partai Islam seperti PPP,” kata Burhan yang mengimbau PPP kembali ke khittah.

Atas paparan itu, Ketua Umum Parmusi H. Usamah Hisyam yang turut hadir dalam acara itu menyatakan Parmusi mendukung penuh kesepakatan para tokoh untuk menyelamatkan PPP.

Ketika masih berbentuk partai pada 1973 Parmusi turut melebur menjadi salah satu fusi PPP. Usamah menegaskan, Parmusi akan tetap konsisten dengan paradigma barunya sebagai ormas Islam berbasis dakwah dengan tagline ‘connecting muslim’.

Untuk menyelamatkan PPP, kata Usamah yang juga pernah menjabat Ketua Departemen Penerangan dan Media Massa DPP PPP 1994-1998 ini, ada dua hal yang mesti dilakukan agar PPP kembali ke khittah.

Pertama, menghidupkan kembali ruh perjuangan partai dengan revitalisasi dan implementasi nilai-nilai perjuangan PPP sebagai bagian dari jihad fi sabilillah seperti yang tertera dalam lima khidmat partai dari tingkat pusat hingga ranting.

Kedua, mengembalikan struktur organisasi pengambil keputusan tertinggi ada di tangan sistem kepresidenan sebagai bentuk implementasi dari Ahlul Halli wal Aqdi yang mengedepankan musyawarah untuk mencapai mufakat sebagai bagian dari nilai syariat Islam.

Ketika PPP dibentuk berdasarkan fusi (NU, Parmusi, Perti, PSII), presiden partai dijabat oleh KH. Idham Chalid (NU) dengan wakil presiden dari tiga unsur fusi lainnya dan satu ketua fraksi DPR RI. Presiden partai sebagai lembaga tertinggi, sedangkan pengurus harian dipilih oleh presiden partai melalui musyawarah. Saat itu terpilih HMS. Mintaredja yang juga ketua umum Parmusi.

Usamah yang pernah menjadi Anggota DPR/MPR RI 1997-1999 ini menyarankan, dalam Mukernas PPP mendatang H. Hamzah Haz dapat ditetapkan sebagai Presiden Partai bersama utusan unsur lainnya sebagai wakil presiden partai, kemudian dibawa ke dalam Muktamar pada 2020 untuk memilih pengurus harian sekaligus disahkan oleh Muktamar.

“Dengan sistem Ahlul Halli wal Aqdi itu saya yakin seluruh fusi dan komponen yang terpecah akan terakomodasi untuk membesarkan partai. Semoga perjuangan PPP kembali ke khittah ini mendapat ridha Allah,” tandas Usamah. (Fath)

1 KOMENTAR

Tinggalkan Balasan ke iwan Batal balasan

Please enter your comment!
Please enter your name here