Puisi Gus Mus Melawan Orde Baru

1757

Sementara itu, sahabat Gus Mus, D. Zawawi Imron, mengatakan bahwa dalam pemerintahan Orde Baru yang otoriter, Gus Mus banyak menyuarakan suara orang-orang yang terpuruk. Penderitaan umat atau rakyat telah menjadi jiwa puisi-puisinya.

“Dan ini saya lihat tidak sekadar dalam puisi saja. Pada kenyataan sehari-hari, Gus Mus sangat akrab dengan orang kecil,” kata penyair terkemuka asal Madura itu dalam Gus Mus, Satu Rumah Seribu Pintu.

Zawawi mengutip bait puisi “Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana” yang menyuarakan suara orang-orang tertindas:

Engkau ini bagaimana/Atau aku harus bagaimana

Katamu aku harus punya rumah/Aku punya rumah rumahku kau ratakan dengan tanah

Engkau ini bagaimana/Atau aku harus bagaimana

Katamu aku harus punya tanah/Aku punya tanah tanahku kau tanami rumah-rumah.

“Sebuah pernyataan yang menyuarakan keprihatinan terhadap kaum pinggiran sehingga suara Gus Mus bersama Rendra, Emha (Ainun Najib), Arief Budiman, Romo Mangun, dan lain-lain benar-benar menyuarakan kegetiran rakyat kecil yang tidak berdaya. Untuk saat itu (Orde Baru, red.) suara seperti itu akan dianggap melawan arus,” kata Zawawi yang kali pertama bertemu Gus Mus di acara “Mubaligh Baca Puisi” di Taman Ismail Marzuki pada 1987. Setelah itu, mereka bersahabat, saling belajar dan berguru.

Lahir pada masa Orde Baru, puisi “Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana” kemudian menjadi bagian dari gerakan Reformasi yang melengserkan Soeharto setelah berkuasa selama 32 tahun.

“Menjelang Reformasi,” tulis Abu Asma Anshari, “puisi itu banyak memberi inspirasi para mahasiswa di kota-kota besar, yang tertuang dalam tulisan pamflet-pamflet dan spanduk-spanduk rentang yang diusung mereka saat berdemonstrasi.” (Albar)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here