Politisi di antara Retorika dan Ketidakjujuran 

824

Antara retorika dan kebohongan

Menyimak pidato tahunan Trump di Kongress itu mengingatkan saya kepada kelihaian seorang politisi beretorika. Kemampuan berkelik lidah, penuh dengan keindahan palsu. Seolah segala sesuatunya normal bahkan lebih baik.

Tentu tujuan utama adalah “pengelabuan”. Minimal basis pendukung fanatis yang ingin dihipnotis agar puas, bahkan merasa menang dan sukses. Dukungan yang mereka berikan selama ini tidak sia-sia dan wajar untuk lebih kuat dalam mendukung.

Walaupun Donald Trump bukan politisi, mereka yang ada di sekekelinhnya bukanlah orang yang tidak lihat. Mereka melihat bahwa pendukung Donald Trump adalah pendukung fanatis yang pada umumnya membangun dukungan atas dasar emosi golongan.

Oleh Karenanya retorika politik golongan, walau dirajut dalam sebuah kebijakan politik pasti diterima sebagai kebijakan negara atau pemerintahan yang baik. Membangun pagar di perbatasan Amerika-Meksiko misalnya bagi pendukung Trump adalah patriotisme untuk menjaga keamanan negara.

Mereka menutup mata bahwa memaksakan membangun pagar itu memilki konsekwensi ekonomi, sosial, bahkan keamanan itu sendiri. Tapi semua itu tidak penting atau bahkan tidak menjadi perhatian bagi pengikut fanatis.

Yang menarik kemudian adalah berbagai kalangan melakukan “facts check” atau mencari tahu fakta atau realita dari pidato Trump itu. Sangat luar biasa. Ternyata ditemukan berbagai ketidak benaran atau ketidak jujuran alias kebohongan dari pidato yang disampaikan.

Bahkan Ilham Omar, anggota Kongress Muslimah yang baru terpilih, sempat menuliskan twitter “commander of lies” (panglima kebohongan) menanggapi pidato tersebut. Itu juga terlihat dari bahasa tubuh anggota Kongress, khususnya Demokrat yang mendengarkan pidatonya di ruangan Capitol Hill itu.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here