Petuah Bangkit dari “Sunrise of Java”

665

Catatan Egy Massadiah

Sejumlah penari Pitik-pitikan dan Barong Kemiren, tarian khas suku Osing, Banyuwangi, Jawa Timur, tengah bersiap-siap mempertontonkan atraksi seninya. Ada pemandangan yang tidak biasa di ruang rias. Para penari merias dan mematut-matut diri saling berjauhan. Bukan hanya itu, bahkan bedak dan lipstik perias wajah pun tidak saling berbagi.

Rupanya, pemandangan itu yang kemudian menjadi catatan penting bagi proses bangsa ini memasuki adaptasi kebiasaan baru di era pandemi Covid-19. Ini kejadian 24 Juni 2020. Harinya hari Jumat. Hari penuh berkah, yang menandai langkah penting dan kemudian bergulir serta menggema di seantero bumi Indonesia.

Di hari yang sama, sebelumnya, pada pagi hari, Ketua Gugus Tugas Covid-19 Letjen TNI Doni Monardo mendampingi Presiden Joko Widodo ke Surabaya, meninjau Posko Covid-19. Presiden juga didampingi Menko PMK Muhadjir Effendy, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono.

Selesai acara di Surabaya, rombongan Presiden melanjutkan kunjungan ke Banyuwangi. Di sana, ia blusukan ke pasar dan melihat objek wisata pantai. Selesai seluruh rangkaian acara, rombongan Jokowi kembali ke Ibukota menggunakan Pesawat Kepresidenan.

Sementara, Letjen TNI Doni Monardo tinggal untuk menginap satu malam di Banyuwangi. Misi yang digendong “Panglima Perang” melawan Covid-19 adalah memulihkan aspek ekonomi bangsa yang dimulai dari sektor pariwisata. Tak boleh terpapar covid dan saat yang sama tak boleh terkapar PHK.

Banyuwangi, kota dengan julukan “Sunrise of Java” itu mengukuhkan diri sebagai daerah paling siap. Bupati Abdullah Azwar Anas yang selama ini dikenal penuh inovasi, kali ini pun menunjukkan kebijakannya yang one step ahead.

Rangkaian tari Pitik-pitikan dan Barong Kemiren adalah dua jenis tari di antara sekian banyak tari dan seni tradisi yang berkembang di Bumi Blambangan. Pertunjukan itu kemudian dirangkai oleh Bupati Azwar Anas dalam paparannya sebagai “protap wisata”. “Setiap acara, selalu dibuka dengan seni tradisi,” ujar Bupati kepada Doni.

Bukan sekadar menari atau beratraksi seni. Mereka –sebagai ujung tombak—atraksi penarik turis, sudah beberapa pekan terakhir, di-drill tentang pentingnya menjalankan protokol kesehatan, jika tak ingin seni-tradisi mati suri karena dilarang manggung.

“Alat rias tidak lagi satu untuk beramai-ramai, melainkan satu untuk satu seniman. Demikian pula kostum, tidak lagi satu kostum dipakai berganti-ganti seniman. Masing-masing penari memiliki seperangkat kostumnya sendiri,” tambah Anas.

Maka Doni pun memuji Bupati Banyuwangi yang kreatif dan inovatif. Sebagai sebuah kodrat, bahwa manusia selalu mencari akal untuk keluar dari kesulitan, begitu pula yang dilakukan Azwar Anas terhadap kebijakan di daerahnya.

Bukan hanya itu. Saat Bupati Anas mengajak Doni –dan rombongan—mengunjungi sejumlah restoran, Doni kembali kagum. Sebuah daerah di ujung timur Pulau Jawa, sudah sedemikian tinggi kesadaran menjalankan protokol kesehatan. Restoran-restoran itu baru diizinkan membuka kembali usahanya, ketika memenuhi syarat protokol kesehatan.

Jadilah, resto-resto di Banyuwangi –umumnya—sudah menyediakan tempat mencuci tangan lengkap dengan sabun. Sementara di dalam, meja-meja makan disekat dengan akrilik bening.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here