Penyebab Ujub dan Takabur

1668
Aa Gym.
Aa Gym.

Oleh: KH. Abdullah Gymnastiar (Pengasuh Ponpes Daarut Tauhid)

Dari Iyadh bin Umar, beliau berkata, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menurunkan wahyu kepadaku supaya kalian saling tawadhu’ (merendahkan hati), sehingga tidak ada seorang pun yang menganiaya orang lain, dan tidak pula seseorang membanggakan diri kepada orang lain.” (HR. Imam Muslim)

Saudaraku, ujub dan takabur itu ada bedanya. Kalau takabur mendustakan kebenaran dan menganggap remeh orang lain, sehingga takabur selalu memerlukan orang lain untuk diremehkan.

Sedangkan ujub mengagumi diri sendiri dan lebih akan bermain di hati. Tetapi, biasanya ujub dan takabur ini lengket atau berteman.

Nah, terdapat bermacam-macam penyebab ujub.

Pertama, fisik atau lahiriah. Misalnya kita bisa ujub karena merasa badan kita paling indah, atletis, berotot, atau wajah kita paling cakep.

Lalu, saat melihat orang yang kurus, kita diam saja tapi dalam hati berkata, “Kasihan dia, cacingan!” Begitu ujub.

Sedang kalau dikatakan, “Hei, cacing, mau ke mana?” maka itu sudah takabur.

Padahal kita tidak ikut serta membangun otot badan ini sehelai pun. Seatletis dan sehalus apa pun kulit kita, tetap saja Allah yang menciptakan dan yang memiliki, dan mudah pula bagi-Nya untuk mengambil kembali.

Jika Allah berkehendak, tinggal diberi kulit pisang, lalu kita terpeleset dengan kepala terbentur. Lalu, hilang ingatan, “Saya siapa ya?”

Kedua, ibadah. Misalnya kita saum Senin-Kamis, sedang orang lain tidak. Kita memang tidak memberi tahu orang kalau kita sedang saum, tapi dalam hati, “Ya, Allah, Engkau tahu hanya saya sendiri yang saum, berikan hidayah kepada mereka, ya Allah.”

Atau, misalkan kita saum Daud dan yang lain Senin-Kamis. Lalu dari dalam hati terucapkan, “Kamu tingkatkan saja, nanti kalau sudah terbiasa saum Daud bisa dirasakan bedanya.”

Atau, misalnya, “Dik, sudah berapa juz hafalannya?”

“25 juz.”

“Alhamdulillah, kalau kamu berapa?”

“27 juz.”

“Bagus, tingkatkan. Kalau saudara?”

“30 juz.”

“Bagus, terus tingkatkan.” Padahal juz 30 sudah penghabisan.

Ketiga, ilmu atau pendidikan. Contohnya, “Maaf, saudara kuliahnya S1, S2, atau S3?”

“Saya hanya SMA, Pak.”

“SMA, hmm…” sambil wajahnya mengerut gembira.

“Eh, bukan SMA, pak, tapi SD.”

“Oh! SD, hmm…” Wajahnya semakin bersungut-sungut tersenyum. Padahal, jangankan wajahnya yang begitu, hatinya yang ujub pun disaksikan Allah.

Saudaraku. Ingatlah bahwa ilmu itu tidak ada artinya kalau tidak berbuah takut kepada Allah. Lagi pula, apakah syarat masuk surga itu harus punya gelar?

Tidak! Yang hanya lulusan SD tapi hatinya takut kepada Allah, tidak menyakiti orang, tidak mengambil hak orang, salatnya tepat waktu, hingga di kala malam tenggelam dalam tangis zikir, jauh lebih tinggi kedudukannya di sisi Allah, daripada orang yang gelarnya berjejeran tapi salat pun tidak mengerti dan korupsi lagi! Na’udzubillah.

Nah, saudaraku. Masih banyak penyebab ujub dan takabur yang lain. Karena itu, mari kita periksa hati masing-masing. Kalau di hati kita sudah mulai merasa berbeda, mulia, suci, ganteng, cantik, hebat, pintar, maupun merasa lebih lainnya, maka segeralah ingat kepada Pencipta lagi Penggenggam seluruh makhluk, Tuhan semesta alam. **

 

Sumber: Daarut Tauhid

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here