Pemerintah Siapkan Cara Jerat ‘Si Hidung Belang’

1000
STOP PROSTITUSI ONLINE
Pemerintah sudah menentukan sikap terkait RUU KUHP yang akan mengatur pidana ‘pria hidung belang’ tertulis dalam nota jawaban yang tertuang dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 132/PUU-XIII/2015.

Jakarta, Muslim Obsession – Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Ham berencana melobi DPR agar segera merampungkan Rancangan UU KUHP supaya pengguna jasa prostitusi (si hidung belang) dapat dijerat secara hukum.

Draf RUU KUHP yang akan mengatur ‘pria hidung belang’ dihukum 5 tahun penjara sebetulnya sudah masuk di DPR. Namun hingga kini pembahasan RUU tersebut mandek.

“Iya, masih di DPR. Kita belum, ya dari pemerintah kan sudah dari dulu mengajukan, sudah cukup lama di DPR. Kita akan coba segerakanlah bicara dengan teman-teman DPR,” kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di Istana Kepresidenan, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (7/1/2019).

Pemerintah memang sudah menentukan sikap terkait RUU KUHP yang akan mengatur pidana ‘pria hidung belang’. Sikap itu tertulis dalam nota jawaban yang tertuang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 132/PUU-XIII/2015. Beleid itu tertuang pada Pasal 483 ayat (1) huruf e yang berbunyi: ‘Dipidana karena zina, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan’.

“Ya kita coba, kita coba. Kita komunikasikan dengan teman-teman di DPR,” terang Yasonna.

Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengakui ada kelemahan dari pasal-pasal tentang delik kesusilaan. Pasal-pasal tentang delik kesusilaan itu hanya bisa menjerat orang yang berprofesi memasarkan prostitusi, sedangkan pelaku dan pengguna jasa prostitusi tidak termasuk di dalamnya.

“Karena itu di dalam RKUHP tentu kami yang di Komisi III harus melihat lagi dan harus mendiskusikan, memperdebatkan, apakah soal prostitusi itu dalam hukum kita akan diatur dalam tindak pidana atau tidak,” jelasnya.

Politikus PPP itu juga menanggapi usulan agar pengguna jasa prostitusi dipidanakan. Saat ini sebenarnya pengguna jasa prostitusi bisa dipidanakan, tapi memang harus ada aduan.

“Hanya pasal perzinaan di dalam KUHP kita yang ada sekarang itu kan pengertiannya adalah hubungan seksual antara laki dan perempuan di mana salah satunya itu sudah bersuami atau sudah beristri dan itu diadukan oleh suami atau istrinya. Jadi tidak merupakan delik biasa yang di mana polisi bisa langsung menindak atas dasar laporan dari siapa pun, tidak tergantung apakah dia suami atau istrinya. Itu persoalannya memang ada di sana,” ujar Arsul.

Polemik pemenjaraan ‘pria hidung belang muncul’ lagi setelah artis Vanessa Angel  ditangkap oleh tim Polda Jawa Timur atas dugaan prostitusi online. Vanessa diketahui ‘dipesan’ oleh seorang pengusaha yang memiliki pertambangan di Lumajang bernama Rian.

Penyidik Polda Jawa Timur sempat memeriksa Rian beberapa jam setelah ditangkap di sebuah hotel bersama Vanessa dan temannya bernama Avriellia Shaqqila. Namun pemeriksaan tersebut hanya berlangsung beberapa jam.

Polisi melepas Rian karena statusnya hanya sebagai saksi. Alasannya, tidak ada undang-undang yang bisa menjerat Rian. Tidak hanya itu, polisi juga melepas Vanessa Angel bersama Avriellia Shaqqila. Sedangkan polisi baru menetapkan dua orang tersangka, yakni muncikari berinisial ES dan TS.

“Karena tidak ada undang-undang yang menjerat. Sementara kita periksa sebagai saksi. Pasalnya yang kita terapkan muncikari, karena penyedianya kan muncikari,” kata Kasubdit V Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Jatim AKBP Harissandi.

Anggota Komisi III DPR yang membidangi hukum dari Fraksi Partai NasDem, Teuku Taufiqulhadi, memandang pengguna jasa PSK atau pria hidung belang memang tak perlu diungkap. Dia menyebut kasus Vanessa Angel akan jadi momentum dalam pembahasan RKUHP. Dia berjanji DPR akan membuat norma yang bisa menjerat berbagai pihak yang terlibat dalam kasus prostitusi.

“Tapi ini menjadi momentum dalam pembahasan RKUHP. Masalah prostitusi akan kita masukkan dalam KUHP. Jadi, dengan kasus ini, kita akan membuat norma yang bisa menjerat pelaku bisnis itu, pengguna, dan lain-lain,” sebutnya.

Taufiqulhadi menegaskan pembahasan RKUHP di DPR tidak mangkrak. Menurutnya, pembahasan sebuah rancangan undang-undang tentu melibatkan dua pihak, tak hanya DPR. “Semua UU di Indonesia akan selalu berada dalam dua tangan: DPR dan pemerintah. DPR sebagai legislator, pemerintah sebagai co-legislator. Jika sebuah RUU tidak bergerak dalam pembahasan, harus dilihat di kedua pihak: legislator dan co-legislator. Demikian juga soal RKUHP,” ucap dia. (Has)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here