Negara Nasional dan Cita-Cita Islam

2473

Piagam Nabi Muhammad Saw atau lebih popular disebut Piagam Madinah yang merupakan konstitusi negara tertulis pertama di dunia relevan dijadikan rujukan dalam konteks negara-bangsa (nation state) di era modern. Perjuangan Islam dalam konteks kebangsaan telah dilakukan oleh semua organisasi pergerakan Islam di masa pra-kemerdekaan.

Para pemimpin dan pejuang yang merintis nasionalisme Indonesia modern dan mendirikan Republik Indonesia sebagian besar terdiri dari tokoh-tokoh pergerakan Islam di zamannya. Sejarah menjadi saksi jejak perjuangan umat Islam dan politisi Muslim pada umumnya tidak terpisahkan dari sejarah penemuan dasar negara, pembentukan NKRI serta upaya mempertahankannya.

Sejalan dengan amanat konstitusi, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu, sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 pasal 29 ayat (2). Sehubungan kata “kepercayaan”, Mohammad Hatta menyatakan, kata “nya” di belakang kata “kepercayaan” jelas ditujukan kepada kata agama, maksudnya kepercayaan daripada agama itu, bukan kepercayaan di luar agama.

Agama dan negara saling membutuhkan dan mengokohkan. Agama membutuhkan negara yang memiliki wilayah berdaulat dan pemerintahan yang sah, sebaliknya negara membutuhkan agama sebagai landasan moral dan spiritual. Bagi umat Islam, agama bukan hanya domein pribadi dan hubungan vertikal manusia dengan Tuhan, tetapi agama mengatur kehidupan masyarakat dan dalam banyak hal agama bersentuhan dengan negara. Filosof Jerman Immanuel Kant mengatakan, “Barangsiapa mencari sistem moral yang paling kokoh, dia tidak akan menemukannya, kecuali dalam ajaran agama.”

Negara nasional berdasarkan Pancasila yang dasar pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan antitesa terhadap sekularisme. Dalam konteks bernegara, pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengatur, memfasilitasi, melayani, melindungi dan memajukan kehidupan beragama serta menjaga kerukunan antarumat yang berbeda agama. Dalam rangka memelihara dan menjamin kepentingan agama serta pemeluk-pemeluknya, sejak 1946 dibentuk Kementerian Agama dalam struktur pemerintahan negara kita.

Sebagaimana dikemukakan oleh ahli hukum terkemuka Prof. Dr. Hazairin, S.H., dalam negara Indonesia tidak boleh terjadi atau berlaku sesuatu yang bertentangan dengan kaidah-kaidah Islam bagi umat Islam, atau yang bertentangan dengan kaidah-kaidah agama atau kesusilaan agama yang lain. Negara Republik Indonesia wajib menjalankan syariat Islam bagi orang Islam, syariat Nasrani bagi orang Nasrani, dan syariat Hindu-Bali bagi orang Hindu-Bali, sepanjang menjalankan syariat tersebut memerlukan perantaraan kekuasaan negara.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here