Muadz bin Jabal: Pemimpin Para Ulama di Hari Kiamat

3234
Ilustrasi Padang Pasir (Foto: Istimewa)

Muslim Obsession – Mu’adz bin Jabal adalah sahabat Rasulullah Saw yang terkenal sebagai sosok pemikir cerdas. Semestinya ketika Rasulullah masih hidup pintu ijtihad belum dibuka, tetapi beliau justru mempersilahkan Mu’adz untuk berijtihad.

Pada waktu beliau dikirim menjadi hakim ke kota Yaman, Rasulullah sempat bertanya: “Bagaimana jika kamu tidak mendapatkan jawaban dalam Al-Qur’an dan Sunnah?” Mu’adz menjawab dengan percaya diri: “Aku akan berijtihad!”

Itulah keistimewaan Mu’adz bin Jabal karena dianggap memiliki otoritas keilmuan. Hingga Rasulullah pun bersabda: “Mu’adz bin Jabal adalah pemimpin para ulama di hari kiamat.”

Dalam riwayat lain, Rasulullah juga sering menyanjungnya: “Wahai Mu’adz, demi Allah aku sangat menyayangimu. Untuk kecerdasan yang kau miliki, hendaklah jangan kau lupakan untuk bersyukur dan berdoa: Ya Allah, tolonglah diriku untuk selalu mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu dan menjadi yang terbaik hamba-Mu.”

Pesan Rasulullah ini semacam kode etik akademisi yang harus dijunjung tinggi oleh sahabat Mu’adz bin Jabal. Dus, atas dasar itu pula para ulama, kiai pesantren selalu membiasakan do’a berisi kode etik ulama itu pada saat memulai zikir sesudah shalat lima waktu.

Pengakuan otoritas keilmuan Mu’adz bin Jabal juga datang dari Umar bin Khattab. Sebelum wafat, beliau pernah ditanya seputar siapa yang akan menggantikannya sebagai Khalifah? Beliau menjawab: “Seandainya Mu’adz bin Jabal masih hidup maka aku akan mengangkatnya sebagai khalifah. Jika aku telah menghadap Allah dan ditanya alasan mengangkat Mu’adz sebagai pemimpin umat Muhammad, maka aku akan jawab: bahwa aku telah mendengar langsung sabda Rasulullah yang mengatakan Mu’adz bin Jabal adalah pemimpin para ulama di hari kiamat.”

Sekelumit kisah tentang otoritas keilmuan sahabat Mu’adz bin Jabal ini  hendaknya menjadi pembelajaran pada saat terjadi anomali cerdik-cendekiawan di zaman sekarang ini. Dikatakan anomali dikarenakan ada semacam trend generasi masa kini: alumni perguruan tinggi umum ingin jadi ustadz.

Sebaliknya alumni pesantren tidak mau jadi kiai. Puncaknya, karena faktor tuntutan dan ekspektasi, banyak yang menggunakan ilmu aji mumpung untuk membangun profil diri sebagai cerdik-cendekiawan.

Otoritas Keilmuan itu penting, sebab pada dasarnya semua cabang ilmu pengetahuan lahir bukan secara tiba-tiba. Tetapi mulai dari proses panjang. Sebut saja disiplin ilmu sosiologi dan cabang-cabangnya yang lahir setelah lolos melewati wilayah otoritas antara ekonomi dan sejarah. Begitu pula fiqh berikut cabang-cabang interdisiplinernya  yang dalam Islam terbentuk sesudah berhasil melintasi antara wilayah otoritas tafsir, bahasa, dan kalam serta teologi.

Jadi, ilmu pengetahuan tak akan mungkin lahir jika tidak ada wilayah otoritas Keilmuan. Cabang-cabang disiplin keilmuan Islam bisa jadi tak akan pernah lahir jika Rasulullah tidak meletakkan dasar-dasar otoritas keilmuan melalui Mu’adz bin Jabal. Hargailah orang-orang berilmu sebab mereka mereka memiliki otoritas keilmuan di bidang masing-masing. Wallahu a’lam.

Ditulis oleh: M Ishom el Saha (Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten) 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here