Menyoal Shalat Jumat Virtual, Bagaimana Hukumnya?

1201

Saya melihat suatu ta‘liq pada juz ke II dari Kitab Fiqhussunnah bagi Assayyid Sabiq, halaman 121 sebagai berikut:

أفتى العلماء بعدم صحة الصلاة خلف الراديو

“Telah berfatwa ulama dengan ketiadaan sah sembahyang di belakang radio,’” (KHM Syafi’i Hadzami, Taudhihul Adillah, 100 Masalah Agama, [Kudus, Menara Kudus: 1982 M], juz III, halaman 180).

As-Syekh Al-Muallim KHM Syafi’i Hadzami mengutip juga Al-Majmu’ karya An-Nawawi yang memberikan pilihan antara shalat Jumat di masjid atau shalat Zhuhur bagi orang yang tidak terkena kewajiban Jumat. Tetapi ia tidak menyarankan shalat Jumat di belakang radio. (KHM Syafi’i Hadzami, Taudhihul Adillah, 100 Masalah Agama, [Kudus, Menara Kudus: 1982 M], juz III, halaman 181).

Hasilnya, tidak sah. Demikian Pandangan guru saya As-Syekh Muallim Syafi’i Hadzami.

Pendapat kedua, qiyas pandangan para ulama empat madzhab sebagai alternatif darurat.

Jika mengikuti pandangan ulama Syafi’iyyah serta Ahmad bin Hambal dengan catatan tanpa penghalang; dan pandangan Imam Abu Hanifah yang menyatakan sah pelaksanaan shalat Jumat dimana imam di masjid dan makmum di rumah, maka poin yang perlu diperhatikan dalam shalat Jumat dengan live streaming atau siaran langsung via media sosial adalah soal pengetahuan makmum atas gerakan imam.

Ini sangat krusial dalam pelaksanaan shalat Jumat yang mengharuskan berjamaah karena adanya ketentuan dimana makmum tidak boleh tertinggal dari imam beberapa rukun fi’li atau gerakan imam.

 الشرط الثاني العلم بالأفعال الظاهرة من صلاة الامام وهذا لا بد منه نص عليه الشافعي واتفق عليه الأصحاب ثم العلم قد يكون بمشاهدة الامام أو مشاهدة بعض الصفوف وقد يكون بسماع صوت الامام أو صوت المترجم في حق الأعمى والبصير الذي لا يشاهد لظلمة أو غيرها وقد يكون بهداية غيره إذا كان أعمى أو أصم في ظلمة

“Syarat kedua adalah mengetahui gerakan fisik pada shalat imam. Tentu ini tidak boleh tidak, sebagaimana nash As-Syafi’i dan disepakati ashab. Lalu, pengetahuan (atas gerakan imam) dapat terjadi dengan menyaksikan imam atau menyaksikan sebagian shaf. Pengetahuan juga dapat terjadi dengan mendengarkan suara imam atau suara penerjemah bagi jamaah disabilitas netra/jamaah yang melihat tetapi tidak dapat menyaksikan karena faktor gelap atau faktor lainnya. Ia dapat terjadi dengan petunjuk lainnya bila jamaah penyandang disabilitas netra atau disabilitas rungu di kegelapan,” (Imam An-Nawawi, Raudhatut Thalibin wa Umdatul Muftin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz I, halaman 357).

Oleh karena itu, untuk menghindari ketertinggalan makmum atas gerakan imam, pihak masjid yang menyiarkan siaran langsung dan juga makmum perlu mempersiapkan perangkat digital yang memadai untuk memaksimalkan akurasi berjamaah. Mereka perlu memastikan sinyal, baterai, kuota, volume yang cukup, tripod, dan perangkat lainnya.

Kecuali itu, makmum juga harus memerhatikan posisinya dengan posisi imam dalam kaitannya dengan mereka yang melaksanakan shalat Jumat online. Jangan sampai posisi makmum lebih di depan daripada imamnya sebagaimana ketentuan umum perihal shalat berjamaah.

Shalat Jumat secara online tetap tidak mengurangi tuntutan lain dalam ibadah Jumat, yaitu menjaga kesunnahan hari Jumat dan mendengarkan dengan perhatian dua khutbah Jumat.

Ini hanyalah pendapat darurat jika dihimpun pendapat Jumhur Ulama maka kebolehannya pun bersifat darurat, bila kedaruratan hilang maka otomatis tidak sah shalat secara daring tersebut.

Wallahu a’lam bish shawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here