Menyedihkan! Kamar Sempit dan Panas Saksi Bisu Pangeran Diponegoro Ditahan

1407
Kamar Pangeran Diponegoro
Seorang pengunjung menyaksikan kamar penahanan Pangeran Diponegoro di Balai Kota Batavia. (Martin Sitompul/Historia).

Jakarta, Muslim Obsession – Sejarah Pangeran Diponegoro terkenal dengan tragedi Perang Jawa karena perang ini membuat Belanda ketar-ketir dan nyaris bangkrut. Tidak aneh pihak Belanda mengupayakan apapun untuk mengakhiri perlawanan Diponegoro, termasuk lewat jebakan tipu muslihat.

Setelah Diponegoro dijebak dan ditangkap, ia diasingkan ke Sulawesi Utara. Namun sebelum itu, orang tidak banyak yang tahu bahwa Diponegoro sempat ditahan di Batavia. Ia menempati kamar penahanan yang sempit dan panas di Stadhuis, Balai Kota Batavia yang kini menjadi Museum Sejarah Jakarta. Dia berada di sana antara 8 April sampai 3 Mei 1830 sambil menanti keputusan lanjutan atas nasib dirinya.

“Sangat menyedihkan. Kamar yang cukup panas. Iklim (Batavia) yang sangat tak cocok bagi Pangeran,” ujar Peter Carey sejarawan Inggris dalam pameran pendahuluan “Kamar Diponegoro” di Museum Sejarah Jakarta, Kota Tua, Jakarta Pusat, belum lama ini.

Carey, sejarawan Inggris dari Oxford University, telah melakukan studi seumur hidup tentang Diponegoro. Dalam pameran itu, Carey juga bertindak sebagai pemandu. Menariknya di sini justru orang luar negeri yang mau konsen dan totalitas menelusuri riwayat hidup Pangeran Diponegoro. Bahkan dia juga paham sejarah raja-raja Jawa.

Kembali ke Diponegoro, selain ranjang pribadi, di ruang kamar itu terdapat juga meja tulis yang biasa digunakan Diponegoro untuk menulis. Di samping meja tulis, ada sangkar burung karena Diponegoro punya kegemaran memelihara binatang.

Semuanya masih asli. Menurut Carey, semula kamar tersebut merupakan apartemen pribadi sipir (kepala bui) kota Batavia yang wajib mengosongkannya sementara apabila tahanan politik berstatus tinggi ditempatkan di sana.

“Kepada pasukan pengawal Belanda, Pangeran Diponegoro mengatakan bahwa dirinya tak akan tahan tinggal di ruangan seperti itu, sebab panas bukan main,” tutur Carey.

Mengutip Historia, Diponegoro tak seorang diri. Selama 26 hari penahanannya di Batavia, Diponegoro ditemani sang istri Raden Ayu Retnoningsih, adik perempuannya Raden Ayu Dipowiyono, saudara ipar Raden Tumenggung Dipowiyono, dan 16 punakawan (pembantu akrab). Semua pengikut Diponegoro diasramakan di belakang Stadhuis.

Tak banyak yang bisa dilakukan Diponegoro semasa penahanan di Batavia. Untuk mengisi waktu, Diponegoro menulis surat kepada keluarganya. Satu surat untuk ibunda Raden Ayu Mongkorowati. Satu surat lagi untuk putra sulungnya, Pangeran Diponegoro Muda. Surat-surat itu menguraikan keprihatinan Diponegoro akan nasib dirinya selama dalam tahanan.

Untuk memulihkan malaria yang dideritanya, Diponegoro rajin memakan jejamuan seperti temu lawak dan beras kencur. Dia pun gemar mengunyah sirih. Seorang seniman merangkap hakim Batavia, Adrianus Johanes jan Bik yang bertugas mengawasi Diponegoro juga sempat melukis sketsa wajah Diponegoro. Sesekali, Diponegoro diizinkan berkeliling ke pelataran belakang yang kini menjadi alun-alun museum.

Setelah titah Gubernur Jenderal van den Bosch keluar, hukuman kepada Diponegoro diputuskan. Diponegoro diasingkan dan tak akan kembali lagi ke tanah leluhurnya di Jawa. Pengasingan Diponegoro berlangsung hingga akhir hayatnya di Manado (1830-33) kemudian Makassar (1833-55).

“Selama 25 tahun dia tak dibunuh tapi semacam dikubur hidup-hidup,” kata Carey. (Albar)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here