Mengenang Zakiah Daradjat, Sang Pelopor Psikologi Islam di Indonesia

2508
Zakiah Daradjat
Almarhumah Prof. Dr. Hj. Zakiah Daradjat.

Oleh: M. Fuad Nasar (Konsultan The Fatwa Center)

Dalam tulisan ini kita mengenang Prof. Dr. Hj. Zakiah Daradjat, seorang ulama perempuan Indonesia yang langka. Tokoh muslimah yang selama puluhan tahun membagi ilmunya kepada orang lain, mengajar, menulis dan menekuni pelayanan konsultasi keluarga. Zakiah Daradjat memiliki reputasi dan karier yang mengagumkan, namun tetap hidup sederhana. Sosok Zakiah Daradjat dikenang sebagai pelopor Ilmu Jiwa Agama dan Psikologi Islam di Indonesia.

Dakwah dengan pendekatan ilmu jiwa agama merupakan salah satu sisi keistimewaan Zakiah Daradjat. Kalau Dr. Med. Ahmad Ramali patut dikenang sebagai orang Indonesia pertama yang menulis buku mengenai pemeliharaan kesehatan dalam hukum syara’ Islam, maka Zakiah Daradjat adalah yang pertama menulis buku mengenai hubungan agama dengan kesehatan jiwa/mental. Dalam beberapa kesempatan Zakiah Daradjat menjelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami masyarakat awam mengenai fungsi agama dalam kehidupan manusia, yaitu sebagai pembimbing dalam hidup, penolong dalam kesukaran dan penenteram batin. Selain itu, “agama harus menjadi pengendali moral” tegas beliau.

Saya pertama kali bertemu dan secara pribadi mengenal Ibu Zakiah Daradjat sejak 1992. Pada beberapa pertemuan dan perbincangan di kediamannya hingga beberapa tahun sebelum wafat tidak dapat saya lupakan kesan tentang sosok pribadi beliau sebagai ilmuwan besar yang santun, rendah hati dan sederhana. Saya meminta saran dan masukan dari Ibu Zakiah Daradjat sebagai seorang ahli ketika saya hendak menerbitkan edisi revisi buku lama karya almarhum Bapak H.S.M. Nasaruddin Latif berjudul Ilmu Perkawinan. Sewaktu saya menyusun Biografi dan Pemikiran HSM Nasaruddin Latif (1996) salah satu pemberi testimoni dari kalangan sahabat almarhum yang saya “desak” untuk menulis di tengah kesibukannya ialah Ibu Zakiah Daradjat.

Zakiah Daradjat dilahirkan di Koto Marapak, Kecamatan Ampek Angkek, Bukittinggi, Sumatera Barat, pada 6 November 1929 dan wafat di Jakarta tanggal 15 Januari 2013. Zakiah menamatkan Sekolah Dasar (standaardschool) Muhammadiyah di kampungnya, Kulliyatul Muballighat Diniyah Puteri Padang Panjang, dan kemudian melanjutkan ke Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN, sekarang UIN) Yogyakarta (1951-1955).

Zakiah merupakan perempuan Indonesia pertama yang memperoleh kesempatan melanjutkan pendidikan S2 dan S3 pada Ein Shams University, Faculty of Education Mental Hygiene Department di Cairo, Mesir. Gelar master dalam bidang Mental Hygiene diraihnya pada tahun 1959 dan gelar Ph.D tahun 1964. Disertasi doktornya telah diterbitkan berjudul “Perawatan Jiwa Untuk Anak-Anak”. Pada tanggal 1 Oktober 1982 Zakiah Daradjat dikukuhkan sebagai Guru Besar IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta di Bidang Ilmu Jiwa Agama.

Setelah pulang dari Mesir, Zakiah mengabdikan ilmu dan keahliannya untuk kepentingan masyarakat. Sebagai mahasiswi ikatan dinas yang telah selesai pendidikan, ia ditugaskan di Kementerian Agama. Zakiah diberi ruangan khusus untuk membuka praktik konsultasi psikologi bagi karyawan Kementerian Agama. Di masa itulah pertama kali Kementerian Agama mengenal dokter jiwa untuk membantu pegawai yang mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah pribadi, problema keluarga dan masalah anak-anak atau remaja.

Semakin banyaknya klien yang berkonsultasi, bahkan dari kalangan bukan pegawai, mendorong Zakiah mulai tahun 1965 membuka praktik di rumah. Mula-mula dua kali seminggu, tetapi karena tidak tertampung hingga menjadi lima dalam seminggu pada sore hari, kecuali sedang keluar kota. Zakiah Daradjat membuka praktik di kediamannya yang sederhana di Wisma Sejahtera, Jl. RS Fatmawati No 6, Cipete, Jakarta Selatan. ”Setiap hari, selama lima hari dalam sepekan, rata-rata saya menerima tiga hingga lima pasien, tanpa memandang apakah mereka dari golongan masyarakat mampu atau bukan. Seringkali saya tidak menerima bayaran apa-apa, karena memang tujuan saya untuk menolong sesama manusia.” tuturnya kepada wartawan Republika yang mewawancarai tahun 1994.

Di lingkungan Departemen Agama, Zakiah Daradjat pernah menduduki jabatan-jabatan penting, yaitu sebagai Direktur Pendidikan Agama mulai tahun 1972, dan Direktur Perguruan Tinggi Agama Islam mulai tahun 1977. Pemikiran Zakiah Daradjat turut mewarnai kebijakan pemerintah di bidang pendidikan agama di Indonesia pada masanya. Sewaktu menjabat direktur di Kementerian Agama, Zakiah ikut membidani lahirnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri pada tahun 1975. Melalui SKB tiga menteri (Menteri Agama, Menteri P & K, dan Menteri Dalam Negeri) yang lahir di masa kepemimpinan Menteri Agama Prof.Dr. H.A. Mukti Ali, terwujud pengakuan dan peningkatan penghargaan terhadap madrasah di seluruh tanah air.

Sewaktu menjabat Direktur Perguruan Tinggi Agama Islam, Zakiah Daradjat banyak memberikan kontribusi gagasan, konsep dan kebijakan untuk pengembangan Perguruan Tinggi Agama Islam. Salah satu contoh, untuk mengatasi kekurangan guru bidang studi umum di madrasah-madrasah, ia membuat kebijakan membuka jurusan Tadris pada IAIN dan penyusunan master plan Perguruan Tinggi Agama Islam yang menjadi referensi bagi IAIN seluruh Indonesia.

Di usia senja, meski telah pensiun dari tugas kedinasan, ia tetap aktif mengajar di kampus sebagai Guru Besar (emeritus) pada UIN Syarif Hidayatullah dan beberapa perguruan tinggi lain. Ia adalah profesor teladan yang tidak memilih-milih kelas, malahan sangat senang memberi ilmunya kepada para mahasiswa S1. Selain berprofesi sebagai psikolog, Zakiah Daradjat juga muballighah, pendidik dan ilmuwan yang mumpuni.

Tokoh yang concern dan peduli dengan pembangunan nilai-nilai moral dan peningkatan peranan wanita dalam pembangunan itu pernah duduk sebagai Anggota Dewan Pertimbangan Agung RI (Periode 1983-1988), anggota MPR-RI (Periode 1992-1997), Dekan Fakultas Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Anggota Komisi Pembaharuan Pendidikan Nasional (1978-1979) serta anggota Dewan Riset Nasional. Zakiah Daradjat adalah perempuan pertama yang menjabat salah satu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam periode kepengurusan Ketua Umum MUI K.H. Hasan Basri.

Suara sejuk Zakiah Daradjat akrab di telinga pendengar setia Kuliah Subuh RRI Jakarta semenjak 1969 sampai tahun 2000-an. Ia juga sering mengisi siaran Mimbar Agama Islam TVRI Pusat Jakarta pada petang Kamis malam Jumat. Pada tahun 1999 Zakiah Daradjat dianugerahi Bintang Mahaputera Utama oleh Presiden RI.

Dr. Murni Djamal, MA dalam buku 70 Tahun Prof. Dr. Zakiah Daradjat (1999) mengutarakan, sebagai cendekiawan muslim, Zakiah Daradjat tetap pada pendirian bahwa Al Quran dan Hadis haruslah jadi rujukan pertama dan utama bagi setiap muslim, terutama pada saat seseorang harus memilih antara hasil pemikiran manusia dengan bimbingan Tuhan.

Dalam buku Kesehatan Mental yang sudah mengalami cetak ulang ke-23 sampai tahun 2001, Zakiah Daradjat menulis, “Bahwa yang menentukan ketenangan dan kebahagiaan hidup adalah kesehatan mental. Kesehatan mental pulalah yang menentukan apakah orang akan mempunyai kegairahan untuk hidup, atau akan pasif dan tidak bersemangat. Orang yang sehat mentalnya tidak akan lekas merasa putus asa, pesimis atau apatis, karena ia dapat menghadapi semua rintangan atau kegagalan dalam hidup dengan tenang dan wajar dan menerima kegagalan itu sebagai suatu pelajaran yang akan membawa sukses nantinya.”

Dalam salah satu seri Kuliah Subuh RRI Jakarta, Zakiah Daradjat menguraikan pentingnya kesehatan mental bagi setiap orang karena kesehatan mental mempengaruhi perasaan, pikiran, kelakuan dan kesehatan jasmani. Pendidikan dalam hubungannya dengan kesehatan mental, kata Zakiah dalam kesempatan lain, bukan hanya pendidikan yang disengaja dan ditujukan kepada objek yang dididik yaitu anak. Akan tetapi lebih penting adalah keadaan rumah tangga, keadaan jiwa ibu bapak, hubungan antara satu dengan lainnya, dan sikap jiwa mereka terhadap rumah tangga dan anak-anak. Segala persoalan orangtua, lanjut Zakiah, akan mempengaruhi si anak.

Kebanyakan anak nakal adalah karena di rumah kurang mendapat kasih sayang orangtuanya. Karena itu, Zakiah mengaku selalu mengelus dada bila mendengar orangtua yang selalu menyalahkan anak-anaknya yang nakal. ”Kita hanya tahunya mereka nakal. Tapi kita tidak mau tahu apa penyebabnya. Padahal para remaja yang kita anggap nakal dan tidak baik itu, mereka sebenarnya adalah orang-orang yang menderita,” ujarnya. Zakiah Daradjat menekankan pentingnya pendidikan moral dalam rumah tangga, sekolah dan masyarakat.

1
2
BAGIKAN

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here