Mengapa Nasi Goreng Tek-tek Lebih Enak Daripada Nasi Goreng di Hotel?

1978

Oleh: Rinaldi Munir (Dosen Teknik Informatika ITB)

Beberapa tahun yang lalu Rhenald Kasali pernah menulis mengapa tidak ada nasi goreng yang enak di hotel.  Baca tulisannya ini:  Mengapa Tak Ada Nasi Goreng Enak di Hotel?. Ya, Anda yang pernah menginap di hotel berbintang pasti sependapat dengan Rhenald Kasali. Nasi goreng di hotel rasanya hambar dan penampilannya tidak menggugah selera.

Nasi goreng pedagang jalanan jauh lebih enak daripada nasi goreng di hotel. Salah satu jenis pedagang nasi goreng jalanan adalah pedagang mie tek-tek. Disebut pedagang mie tek-tek karena mereka menjajakan makanan dengan gerobak atau pikulan dengan menyusuri jalan pemukiman. Sambil berjalan mereka memukul wajan tempat memasak sehingga berbunyi tek…tek…tek. Meskipun berjulukan pedagang mie tek-tek, namun menu utama mereka adalah nasi goreng, bihun goreng, dan mie goreng tentunya.

Kehadirannya selalu dirindukan di tengah malam saat perut lapar. Daripada keluar rumah mencari makanan, maka tunggu saja pedagang mie tek-tek lewat di depan rumah. Nasi goreng adalah menu masakan yang paling favorit bagi kebanyakan orang Indonesia. Membuatnya mudah, namun perbedaan rasa nasi goreng terletak pada bumbu yang digunakan.

Malam itu selepas hujan, lewatlah peagang mie tek-tek  di depan rumah saya. Kebetulan saya belum makan malam, nasi di rumah sudah habis dan lauk pun tidak ada. Daripada memasak lagi atau keluar rumah, maka saya tunggulah pedagang mie tek-tek lewat.Benar saja, jam 9 malam sudah terdengar bunyi tek-tek yang khas. Saya memesan satu porsi nasi goreng agak pedas.

Pedagang tek-tek memasak nasi goreng dengan menggunakan anglo. Anglo adalah kompor dengan bahan bakarnya adalah arang. Nah, salah satu faktor yang membuat rasa nasi goreng tek-tek enak adalah karena dimasak dengan arang. Bau asap arang memberikan sensasi rasa yang khas pada masakan.

Lalu, apa yang membuat nasi goreng tek-tek ini lebih enak daripada nasi goreng di hotel? Jawabanya beraneka ragam. Salah satunya adalah karena pedagang nasi goreng lebih berani menggunakan bumbu, dan  lebih berani menggunakan cabai dan penyedap rasa (MSG).

Bandingkan dengan chef di hotel. Nasi goreng di hotel tidak berani pakai bumbu yang kaya, bumbunya minimalis saja, hanya bawang putih dan merica. Pelezat rasa pun biasanya  kaldu, garam dan gula. MSG tampaknya terlarang digunakan di dapur hotel. Garam pun hanya ditaburi sedikit karena mempertimbangkan tamu hotel yang diet garam. Tidak ada penambahan cabe rawit di dalam bumbu nasi goreng karena khawatir dikomplain tamu hotel jika nasi gorengnya kepedasan. Kalau mau agak asin atau agak pedas, tambahkan sendiri garam atau merica yang disediakan di atas meja. Karena memasak nasi goreng di hotel mempertimbangkan banyak faktor, maka nasi goreng di hotel dibuat lebih umum (kurangi garam, tidak terlalu pedas, dan tidak terlalu berbumbu) sehingga tidak heran rasa nasi gorengnya pun kurang enak.

Pedagang nasi goreng tek-tek lebih berani bereksperimen dibandingkan chef di hotel. Rasa nasi gorengnya yang enak dominan karena faktor bumbu, cabe, dan tentu saja MSG. Saya tanya kepada pedagang tek-tek bumbunya terbuat dari bawang merah, bawang putih, cabe, ebi atau terasi, dan mungkin saja ditambah dengan penyedap rasa (wallahualam). MSG dalam porsi yang sangat sedikit dan hanya sekali-sekali saja dikonsumsi tidaklah berbahaya. Toh tidak setiap hari orang makan nasi goreng tek-tek, bukan?

Seorang teman mengatakan, selain faktor bumbu yang lebih berani, faktor lain yang membuat nasi goreng tek-tek lebih enak adalah adalah “jam terbang”  pedagang tek-tek yang jauh bedanya dengan jam terbang koki di hotel. Bagi kebanyakan penjual nasi goreng jalanan, dengan satu menu andalan, mereka sudah membuat jauh lebih banyak nasi goreng ketimbang koki hotel yang menguasai lebih banyak menu.  Dia teringat tulisan Malcolm Gladwell mengenai jam terbang minimal untuk bisa memiliki keahlian di satu bidang. (**)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here