Mengaitkan Bahasa Arab dengan Teroris, MUI: Logikanya Kacau

568

Jakarta, Muslim Obsession – Ketua Majelis Ulama (MUI) Pusat Muhammad Cholil Nafis menyebut orang yang mengaitkan bahasa Arab dengan teroris merupakan kesalahan berpikir, dan cacat logika.

Pernyataan Cholil ini sekaligus menanggapi apa yang disampaikan pengamat intelijen Susaningtyas Nefo Kertopati yang menuding banyak sekolah di Indonesia berkiblat pada militan Taliban dan bahasa Arab sebagai ciri teroris.

Kiai Cholil menyatakan apa yang disampaikan Susaningtyas Nefo bukan sebagai pengamat melainkan penyesat. Dia menduga Susaningtyas tidak memahami bahasa Arab sehingga mengaitkannya dengan teroris.

“Mengamati atau menuduh. Gara-gara tak mengerti bahasa Arab maka dikiranya sumber terorisme atau dikira sedang berdoa hahaha. Ini bukan pengamat tapi penyesat,” kata Cholil dalam akun media sosial Twitter-nya, Rabu (8/9).

Kia Cholil menjelaskan bahasa Arab adalah yang paling sempurna. Selain itu, bahasa Arab menjadi bahasa di Islam dan jadi bahasa Al-Quran. Jadi, dia menegaskan kalau ada orang berbahasa Arab jadi teroris maka bukan bahasa Arabnya yang salah.

Menurutnya ini sama saja ada argumentasi yang mengatakan, jika profesor korupsi kemudian menuding perguruan tinggi adalah sarang korupsi.

“Pengajaran bahasa Arab sama dengan orang mengajarkan agama. Jadi, kalau mengatakan Islam agama teroris salahnya di situ, ini kesalahpahaman,” katanya.

Lebih lanjut, Cholil mempertanyakan pernyataan Susaningtyas yang menganggap orang yang tak hapal nama-nama partai politik (parpol) merupakan ciri teroris. Dia menilai Susaningtyas punya logika yang kacau.

“Masa’ tak hafal nama-nama parpol dianggap radikal, nanti kalau tak kenal nama-nama menteri dikira tak nasionalis. Kacau nih logikanya,” ujarnya.

Dia mempertanyakan, apa hubungan radikal dengan parpol. Dia menyontohkan, jika ada orang yang tidak mau tahu dengan parpol karena tak percaya masa disebut radikal.

“Jangan-jangan tidak kenal menteri juga disebut tak nasionalis sementara menterinya ganti-ganti. Saya hapal semua nama menterinya namun bisa jadi masyarakat awam tak hapal karena sibuk dengan makan, hidup,” katanya.

Jadi, dia menilai basis intelektual Susaningtyas lemah, pengamatannya kacau dan pernyataannya tendensius. Sebab, dia melanjutkan, pengamat seharusnya netral, berbasis rasional, dan argumentatif. (Albar)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here