Masa Depan Rohingya

1969
Rohingya - 5
Demonstran mengutuk kekejaman pemerintah dan junta militer Myanmaratas genosida terhadap etnis Muslim Rohingya.

Itu akar pertama luka dan konflik. Suku Bengali beranak pianak dan menjadi apa yang disebut Rohingya sekarang ini. Sedangkan Burma terus berubah dan menjadi apa yang kini kita kenal dengan Myanmar. Di bawah 120 tahun kolonial Inggris, dua komunitas itu berhadapan, dan saling membenci.

Perubahanpun datang. Di tahun 1940an, Jepang mengusir Inggris dari Burma. Penduduk Burma memihak Jepang untuk membebaskan diri dari penjajah. Sementara komunitas Bengali (Rohingya) memihak partner lamanya Inggris. Kembali dua komunitas itu berhadapan.

Sebagaimana Inggris dan Jepang berperang, berperang pula komunitas Rohingya dan Burma. Tercatat aneka kekerasan massal yang dilakukan dua komunitas ini, bulak balik.

Celakanya, Inggris sempat dikalahkan Jepang. Namun ketika Inggris berhasil mengusir Jepang kembali, Inggris membantu Burma untuk merdeka di tahun 1948, dan melupakan Rohingya partner lamanya. Inggris tidak menjadikan Arakan (Rohingya) sebuah wilayah yang otonom, tapi bagian dari negara baru Burma (berganti nama Myanmar di tahun 1989).

Aksi balas dendam Burmapun dimulai. Di Arakan, aneka jabatan pemerintahan yang tadinya diduduki etnik Bengali dicopot. Rohingya justru merasa lebih dimarginalkan di era baru Burma yang merdeka, dibandingkan di era kolonial.

Negara tetangga India ikut bergolak. Di tahun 1947 berdiri negara Pakistan yang mayoritasnya Muslim. Dalam posisi Rohingya dianak tirikan di Burma, mayoritas Rohingya punya aspirasi bergabung dengan Pakistan.

Tapi pemimpin Pakistan saat itu, Ali Jinnah, menolak karena ia lebih menjaga hubungan baik dengan pemerintah baru Burma.

Luka kembali bertambah di kalangan elit militer dan penguasa Burma. Penduduk Rohingya semakin mereka yakini bukan bagian dari Burma. Ia bisa menjadi duri dalam daging. Hati Rohingya memang dianggap tak ingin bersatu dengan Myanmar.

Dimulailah rekayasa politik dan hukum. Tahun 1982, dibuat UU kewarga negaraan yang intinya mayoritas Rohingya akan kesulitan untuk bisa mengklaim sebagai warga negara Burma (Myanmar). Sejak tahun 1982, mayoritas Rohingyapun resmi tak punya negara.

Di samping alasan konflik politik masa silam, perbedaan etnis dan agama, ekonomipun bisa dijadikan alasan Myanmar menolak Rohingya.

Elitnya bisa pula berkata. Kami negara yang ekonominya masih miskin, jauh di bawah rata rata GDP per kapita dunia. GDP per kapita kami hanya 1.275 USD (2016). Itu hanya nyaris sepersembilan rata rata GDP per kapita dunia 10, 562 USD (2017). Untuk penduduk kami saat ini saja secara ekonomi kami belum longgar, apalagi menerima penduduk Rohingya sebagai warga negara.

1
2
3
4
5
BAGIKAN

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here