Mantan Napiter Ungkap Perbedaan Teroris Sekarang dengan Dulu

775
Mengurai Benang Kusut Terorisme (Foto: Iqbal)

Jakarta, Muslim Obsession – Mantan narapidana kasus terorisme, Haris Amir Falah menegaskan ada perbedaan yang sangat signifikan yang terjadi dengan kasus pidana yang menimpanya dengan kasus yang terjadi belakangan ini.

Kini, kata Haris, para pelaku teror bukannya berperang melawan penindasan terhadap kaum muslimin, mereka malah menyerang masyarakat Indonesia sendiri. Dulu, lanjut Haris, saat menjabat sebagai Amir Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) wilayah Jakarta, dia hanya berlatih perang untuk berjihad di luar negeri, tempat para umat muslim ditindas.

“Waktu itu tidak ada orang yang terteror sebetulnya. Karena kita melakukannya di gunung, tidak ada masyarakat. Kita sedang lakukan latihan, kemudian kita turun gunung dan dihadang aparat,” jelasnya dalam diskusi bertajuk ‘Mengurai Benang Kusut Terorisme’ di Jakarta , Sabtu (19/5/2018).

Parahnya lagi, Umat Muslim yang notabene seagama dengan mereka juga malah ikut-ikutan dihalalkan darah dan hartanya sebagaimana yang terjadi pada bom Cirebon beberapa waktu lalu oleh kelompok Syarif.

“Meskipun orang itu Islam tapi kalau dia tidak sama aqidah yang mereka (teroris) miliki itu dianggap mereka bukan Islam. Artinya kalau orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka saja tidak dianggap Islam, dan ini punya dampak secara hukum, yaitu dihalalkan darahnya. Apalagi kalau kemudian orang yang jelas-jelas kafir,” imbuhnya.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan itu terjadi. Pertama, karena para pelaku teror saat ini memahami agama Islam dengan terlalu berlebihan.

“Kemudian begitu sangat kerasnya dalam memegang prinsip. Bahwa yang terbangun orang di luar mereka adalah orang-orang yang tidak dianggap keislamannya. Pemahaman ini masih berkembang ketika ada deklarasi ISIS di Suriah yang berkembang luas di Indonesia,” jelasnya.

Faktor kedua, lanjutnya, yaitu penanganan napi teroris oleh aparat yang sangat represif. Hal itulah yang menyebabkan napi teroris yang sudah keluar dari penjara akhirnya kembali mengulang perbuatan mereka.

“Saya melihat ada beberapa teman-teman yang melakukan pengulangan aksi. Misalnya saudara Afif itu dan lain sebagainya. Saya melihat itu lebih kepada dendam karena penanganan teroris banyak juga yang sangat represif,” jelasnya.

”Di dalam pemahaman teman-teman ini mereka punya prinsip dimana darah dibayar dengan darah. Ini yang bahaya. Kemudian ada kasus ada peristiwa ada kedzaliman yang akhirnya bisa kita lihat seperti sekarang,” tambahnya. (Bal)

BAGIKAN

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here