Kopi Sehat UBM: Esensi Peringatan Kelahiran Nabi ﷺ

1665

Oleh: Ustadz Buchory Muslim (Ketua Lembaga Komunikasi dan Penyiaran Islam/LKPI PP Parmusi)

Peringatan kelahiran Rasúlulláh ﷺ hanyalah seremoni sebagai wujud syukur dan suka cita atas kelahiran manusia mulia ini.

Sejauh yang saya tahu, tidak ada dalil yang tegas baik berupa perintah maupun larangan untuk memperingatinya. Ekspresi kegembiraan dan kecintaan setiap komunitas dalam memperingatinya pun bisa bervariasi karena tdk ada patokan standar.

Amalan yang bersifat seremonial tdk ada hubungannya dengan bid’ah. Bid’ah hanya bersangkut paut dengan ibadah ritual.

Hukum dasar dalam masalah mua’malah (ibadah sosial seremonial) adalah “semuanya boleh kecuali ada dalil yang melarangnya” sementara dalam ibadah ritual “semuanya haram  kecuali ada dalil yang memerintahkan “.

Peringatan maulúd atau maulïd Nabi mirip dengan ekspresi kegembiraan kaum Anshar ketika menyambut Nabi di Madinah dengan menyanyikan “thala’al badru ‘alayna min tsaniyatil wada’, wajabasy syukru alayná…”

Shalawátulláhi wa salámuhu ‘ala nabiyyiná wa habïbiná al-musthafá Muhammad .

Engkau adalah pelita hidup, engkau membawa kebenaran, membimbing kami menuju jalan yang lurus, dan karenamu kami beriman kepada Alláh.

Sejumlah negara di belahan dunia, apalagi di negeri kita tercinta Indonesia sudah biasa memperingati maulúd atau maulïd Nabi Muhammad ﷺ.

Kita sering mendengar pertanyaan apa sih bedanya istilah Maulïd, Maulüd dan juga Mïläd?

Pada dasarnya kalau dilihat dari arti yang hakiki semuanya  berasal dari kata  walada (و ل د). Dari tiga huruf inilah lahir kata Maulïd, Maulüd dan Mïlád (موليد – مولود – ميلاد ).

Kata Maulïd merupakan bentuk Mashdar Mim dari Fi’il Madli walada yang berarti kelahiran.Kata Maulüd merupakan bentuk Isim Maf’ul dari Fi’il Madli walada yang berarti sesuatu yang dilahirkan.

Sedangkan kata Mïlád merupakan Isim Mashdar dari Fi’il Madli yang sama. Jadi kata Maulïd memiliki arti waktu kelahiran atau tempat kelahiran.

Dewasa ini, baik di masyarakat Indonesia khususnya maupun di negara-negara yang mayoritas Islam menggunakan kata Maulïd untuk pengertian yang menunjukkan arti hari lahir Rasulullah ﷺ  dan hal ini sudah tepat dan tidak bertentangan secara bahasa.

Seiring waktu akhir-akhir ini kata Maulïd juga telah mengalami perluasan makna, yaitu kegiatan pembacaan sejarah Nabi Muhammad ﷺ yang disertai qashïdah berisi sholawat dan pujian untuk Manusia mulia dan kemudian di sela-sela itu ada Mahallul Qiyám, dan istilah yang umumnya  terjadi dikenal dengan istilah Maulidan.

Di kalangan tertentu, seperti di lingkungan etnis Jawa, menggunakan istilah bulan Maulüd atau muludan sebagai sebutan untuk bulan Rabi’ul Awal atau peringatan kelahiran Rasúlulláh ﷺ, padahal sebenarnya kata Maulüd memiliki arti bayi atau seseorang yang dilahirkan. Maka penggunaan kata Maulüd untuk memperingati hari lahir Rasulullah ﷺ sudah bergeser dari makna aslinya.

Sementara kamus-kamus arab seperti Mu’jam Al-Lughoh Al-‘Arobiyyah Al-Mu’ashiroh atau Mu’jamul Wasith menyebutkan bahwa kata Mïlad memiliki arti waktu kelahiran seseorang. Karenaya jangan heran jika kaum kristiani dari bangsa Arab juga sering menggunakan kata Milad untuk hal-hal yang berkaitan dengan perayaan natal.

Namun demikian kata Mïlád di zaman now ni juga sering diadopsi oleh perorangan, lembaga pendidikan maupun ormas dan orsospol sebagai pengganti kata peringatan kelahiran atau ulang tahun.

والله أعلم وبارك الله فيكم

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here