Kisah Seorang Warga Norwegia Saat Lari dari Gulungan Tsunami di Banten

899
Pasca Tsunami Selat Sunda
Pasca Tsunami Selat Sunda

Jakarta, Muslim Obsession – Seorang warga Bodo, Norwegia, Øystein Lund Andersen mengisahkan dirinya saat melarikan diri dari gelombang tsunami.

Ketika gelombang pertama mencapai pantai dan hotel tempat dia menginap bersama istri dan putranya, Andersen berhasil melarikan diri ketika daerah sekitar pantai Anyer, Jawa Barat.

Meski dia merasa kesulitan karena jalanan dipenuhi dengan mobil-mobil yang tenggelam.

“Saya berhasil mengungsi dengan keluarga saya ke tempat yang lebih tinggi melalui jalur hutan dan desa-desa, di mana kami dirawat oleh penduduk setempat. Untungnya, tidak ada yang terluka,” tulisnya melalui di Facebook, seperti dilansir Euro News, Senin (24/12/2018).

Andersen adalah seorang karyawan kedutaan Norwegia di Jakarta. Dia mengungkapkan bahwa gelombang pertama tidak sekuat gelombang susulan di mana ia berhasil melarikan diri.

“Gelombang kedua jauh lebih besar. Saya dan orang-orang di hotel melarikan diri ke hutan di tempat yang lebih tinggi,” tutur dia.

Hingga kini, lebih dari 220 orang tewas setelah tsunami menghantam Selat Sunda di Indonesia. Diperkirakan jumlah ini akan terus bertambah.

Ombak melanda tanpa peringatan dan menghancurkan banyak bangunan.

Penyelidikan sedang berlangsung untuk mengetahui apakah itu disebabkan oleh gunung berapi di pulau Anak Krakatau di Selat Sunda, yang telah aktif dalam beberapa bulan terakhir. 

Sutopo Purwo Nugroho, Kepala BMKG pada awalnya mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Sabtu bahwa gelombang itu bukan tsunami tetapi gelombang pasang. 

Namun akhirnya dia meminta maaf atas kesalahan tersebut dalam sebuah pernyataan. Dia mengaku ada kebingungan terjadi tsunami tanpa adanya peringatan gempa bumi.

Gegar Prasetya, salah satu pendiri Pusat Penelitian Tsunami Indonesia, mengatakan gelombang itu kemungkinan disebabkan oleh keruntuhan sayap – ketika sebagian besar lereng gunung berapi memberi jalan.

Dia mengatakan kemungkinan letusan memicu tanah longsor di atas tanah atau di bawah lautan, di mana keduanya mampu menghasilkan tsunami.

“Sebenarnya, tsunami tidak terlalu besar, hanya satu meter,” kata Prasetya, yang telah mempelajari Krakatau dengan cermat.

“Masalahnya adalah orang-orang suka membangun segala bangunan dekat dengan garis pantai,” tandasnya. (Vina)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here