Kisah Habib Mundzir dan Biarawati di Pedalaman Papua

1922
Habib Mundzir berdakwah di Papua. (Foto: IG UN)

Muslim Obsession – Habib Mundzir bin Fu’ad Al-Musawa adalah salah satu murid terbaik Habib ‘Umar bin Hafidz. Beliau merupakan pendiri Majelis Rasulullah dengan jumlah jamaah terbesar di Indonesia, negeri mayoritas Muslim ini.

Menukil Ulama Nusantara, disebutkan kisah ketika Habib Mundzir melakukan perjalanan dakwah di belantara Papua. Kisah ini menunjukkan betapa Habib Mundzir merupakan seorang dai yang patut diteladani.

Alkisah, hujan semakin deras mengguyur belantara bumi Cendrawasih. Hati sang Habib pun ikut dibanjiri air mata. Pikirannya tertuju kepada wanita di bak belakang mobil.

“Asri,” ujar sang Habib kepada sopir mobil bak terbuka, “Hentikan mobil.”

Asri, sang sopir, pun segera menepi.

BACA JUGA: Kisah Sahabat yang Berjabatan Tangan dengan Malaikat

“Saya ingin pindah ke belakang, menggantikan posisi ibu itu. Biarkan dia duduk di tempat saya (ini),” ujar sang Habib, setelah Asri menghentikan mobil.

Betapa berkecamuknya hati sang sopir. Ia tak tega melihat Habib sekaligus gurunya berada di bak terbuka dan diguyuri hujan serta diterpa angin. Asri berupaya menolak keinginan sang Habib, tapi sang Habib justru bersikeras.

“Walaupun non-Muslim, ia adalah seorang wanita (yang) cukup tua. Ia duduk di belakang dengan terpaan hujan. Ia seorang pemuka dan guru agama non-Muslim. Ia tabah dalam berjuang demi agamanya, meski harus diterpa hujan dan panas,” terang sang Habib, suaranya bergetar hebat.

BACA JUGA: Apa sih Barakah itu? Yuk, Baca Kisah Menarik Ini..

“Sedangkan aku,” lisannya terhenti, diiringi isak yang mulai jelas, “seorang penyeru ke Jalan Allah Ta’ala. Aku malu kepada Allah. Selayaknya aku berjalan kaki 200 kilometer, bukan duduk di bak terbuka yang masih santai. Hati saya tercabik-cabik. Saya malu. Malu sekali.”

“Aku teringat riwayat bahwa Sayyidina Ali tidak mau melewati seorang tua yang berjalan tertatih tatih, hingga ia terlambat menemui shalat jamaah bersama Rasul dan Rasul melamakan ruku’nya.

Selepas shalat para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, kau melamakan ruku’ tidak seperti biasanya?” Rasul menjawab, “Bahuku ditahan oleh Jibril untuk tidak I’tidal, demi menanti Ali bin Abi Thalib hingga ia tiba dan masuk shaf, karena adab kesopanannya pada orang tua.”

Beginilah seharusnya akhlak seorang Muslim. Ia lembut kepada sesama manusia dalam urusan muamalah. Ia menyayangi semua makhluk Allah dan berharap agar mereka kembali ke jalan Allah. (Fath)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here