“Suatu ketika beliau merasa tergelitik atau tersinggung oleh kata-kata Imam Ghazali yang berkata, kerusakan rakyat adalah karena kerusakan rajanya. Dan kerusakan rajanya karena kerusakan ulama yang suu’ (jahat),” terangnya.
“Kenapa dikatakan ulama suu’ itu? karena ulama yang salih itu menunjukkan kesalihannya dengan enggan bekerja untuk dunianya, tapi menunjukkan kesufiannya pada murid-muridnya sehingga jatuh menjadi orang yang suka diberi hadiah, zakat oleh murid-muridnya. Kiai itu yang harusnya memberi malah diberi. Ini akar kerusakan menurut Kiai Dahlan,” lanjutnya.
Menurut Damami, Kiai Dahlan memandang bahwa ulama suu’ seperti itu tidak hanya merusak makna tasawuf, tapi juga tidak memahami peran yang harusnya diberikan pada umat.
Karena menyadari peran keulamaan itu, lanjut Damami, Kiai Dahlan merasa gelisah untuk segera mengetahui latar belakang mengapa umat Islam terbelakang agar memudahkan beliau menemukan solusinya.
Pada akhirnya, Kiai Dahlan menemukan jawaban bahwa kebodohan dan kemiskinan adalah masalah umat yang harus dijawab dengan aksi nyata melalui sekolah-sekolah dan pemberdayaan masyarakat.