Jujur Intisari Kemuliaan

1698

Kejujuran Dasar Keimanan

Kejujuran merupakan pembuka akhlak mulia. Jika seseorang memiliki kejujuran maka ia akan dipandang sebagai sosol mulia karena akhlaknya (akhlaqul karimah). Sifat jujur merupakan alamat keislaman, timbangan keimanan, dasar agama, dan juga tanda kesempurnaan bagi si pemilik sifat tersebut. Dengan kejujurannya, seorang hamba akan mencapai derajat orang-orang yang mulia dan selamat dari segala keburukan.

Seorang yang jujur akan disenangi dan dipuji orang lain, baik teman maupun lawan. Sebab seorang yang jujur akan membuat ketentraman kepada siapapun yang mengenalnya. Hal tersebut, tentu saja, berbeda dengan pendusta. Temannya sendiripun tidak merasa aman, apalagi musuh atau lawannya. Alangkah indahnya ucapan seorang yang jujur, dan alangkah buruknya perkataan seorang pendusta.

Imam Ibnu Qayyim berkata, Iman asasnya adalah kejujuran (kebenaran) dan nifaq asasnya adalah kedustaan. Maka, tidak akan pernah bertemu antara kedustaan dan keimanan melainkan akan saling bertentangan satu sama lain. Allah mengabarkan bahwa tidak ada yang bermanfaat bagi seorang hamba dan yang mampu menyelamatkannya dari azab, kecuali kejujurannya (kebenarannya). Di bawah ini ada beberapa macam kejujuran yang harus kita praktikkan sebagai orang yang beriman.

  1. Jujur dalam Niat dan Kehendak

Jujur dalam niat dan kehendak berbanding lurus dengan keikhlasan. Jika sebuah perbuatan tercampuri urusan maksiat, maka akan merusak kejujuran niat, dan pelakunya bisa dikatakan sebagai pendusta. Niat merupakan timbangan penentu kesahihan amal. Apabila niatnya baik, maka amal menjadi baik. Apabila niatnya jelek, amalnya pun menjadi jelek. Kita mungkin masih ingat kisah tiga orang yang dihadapkan kepada Allah, yaitu seorang mujahid, seorang qari’, dan seorang dermawan. Saat perhitungan di akhirat, Allah Swt. menilai ketiganya telah berdusta, bukan pada perbuatan mereka tetapi pada niat dan maksud mereka.

  1. Jujur dalam Ucapan

Wajib bagi seorang hamba menjaga lisannya, tidak berkata kecuali dengan benar dan jujur. Benar/jujur dalam ucapan merupakan jenis kejujuran yang paling tampak dan terang di antara macam-macam kejujuran. Berapa banyak orang yang tergelincir karena ucapannya, sekali berdusta selamanya tidak akan dipercaya. Maka wajar ada sebuah pepatah yang masyhur menyatakan “lidah lebih tajam dari pedang”.

  1. Jujur dalam Tekad dan Memenuhi Janji

Jangan sembarangan berjanji. Pernyataan itu benar apa adanya. Terlebih jika kita bersumpah atas nama Allah, sementara kenyataannya tidak benar. Atau bernadzar untuk melakukan sesuatu saat kita mendapatkan kebahagiaan, tetapi ketika kebahagiaan itu dating kita tidak melakukannya. Hal ini disindir Allah ‘Azza wa Jalla dalam firman-Nya: “Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah, ‘Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunia- Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh.’ Maka, setelah Allah memberikan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran),” (QS. At-Taubah: 75-76).

  1. Jujur dalam Perbuatan

Seperti disebutkan di atas, kejujuran bermakna pula keselarasan atau kesesuaian, yaitu seimbang antara lahiriah dan batinah, hingga tidaklah berbeda antara amal lahir dengan amal batin. Penting bagi seseorang untuk jujur pada diri sendiri dan mempraktikkan apa yang dirasakan hati nuraninya. Sepanjang hati nurani menginginkan sesuatu kebenaran maka perbuatan yang baik akan mendapatkan keberkahan dari Allah ‘Azza wa Jalla.

  1. Jujur dalam Kedudukan Agama

Ini adalah kedudukan yang paling tinggi, sebagaimana jujur dalam rasa takut dan pengharapan, dalam rasa cinta dan tawakkal. Perkara-perkara ini mempunyai landasan yang kuat, dan akan tampak kalau dipahami hakikat dan tujuannya. Kalau seseorang menjadi sempurna dengan kejujurannya maka akan dikatakan orang ini adalah benar dan jujur, sebagaimana firman Allah, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar,” (QS. Al-Hujurat: 15).

Pelaksanaan perkara-perkara ini membutuhkan kerja keras. Tidak mungkin seseorang manggapai kedudukan ini hingga dia memahami hakikatnya secara sempurna. Setiap kedudukan (kondisi) mempunyai keadaannya sendiri-sendiri. Ada kalanya lemah, ada kalanya pula menjadi kuat. Pada waktu kuat, maka dikatakan sebagai seorang yang jujur.

Jujur pada setiap kedudukan (kondisi) sangatlah berat. Terkadang pada kondisi tertentu dia jujur, tetapi di tempat lainnya sebaliknya. Salah satu tanda kejujuran adalah menyembunyikan ketaatan dan kesusahan, dan tidak senang orang lain mengetahuinya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here