Jenderal besar TNI Dr. AH Nasution “Sang Penyelamat NKRI”

1470

4. Dalam kapasitas dan jabatan pak Nas sebagai KSAD ke V merangkap Menteri Keamanan Nasional mampu mengatasi pergolakan Daerah di Sumatera dan Sulawesi.

Pada tahun 1955 Pak Nas diangkat sebagai KSAD ke V menggantikan Jenderal Mayor Bambang Utoyo. Sebagai akibat peristiwa 17 Oktober 1952, yang mengakibatkan Pak Nas dicopot dari jabatan KSAD karena dianggap sebagai orang yang harus bertanggung jawab terjadinya peristiwa 17 Oktober 1952. Dalam tubuh TNI AD terjadi pengelompokan, ada yang pro dan kontra terahadap peristiwa tersebut.

KSAD Jenderal Mayor Bambang Sugeng sudah berusaha untuk menyatukan perbedaan tesebut dengan Piagam Keutuhan AD. Namun friksi masih tetap ada, akhirnya Bapak Bambang Sugeng mengundurkan diri. Pemerintah dalam hal ini Presiden Sukarno mengangkat Jenderal Mayor Bambang Utoyo untuk menggantikannya. Namun, ditentang oleh sebagian besar pejabat TNI AD, sehingga Pak Bambang belum bisa berkantor di Markas Besar Angkatan Darat. Melihat kondisi AD tersebut, Perdana Menteri Djuanda mengusulkan kepada Presiden agar KSAD diganti.

Tertarik pemikiran Pak Nas saat kampanye partai IPKI yang Pak Nas dirikan, yaitu ingin mewujudkan nilai-nilai proklamasi sebagaimana yang tertuang pada alinea 4 Pembukaan UUD 1945, Presiden Sukarno akhirnya menunjuk Pak Nas menjadi KSAD ke V tahun 1955.

Dalam tahun 1956 Presiden Sukarno mendesak pemerintah agar Demokrasi Liberal dikubur diganti dengan Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Liberal yang diterapkan sejak tahun 1950 telah melahirkan puluhan partai politik dan menghasilkan Pemilu tahun 1955 yang diikuti oleh 52 kontestan, 27 partai yang mendapatkan kursi di DPR tergabung dalam 18 fraksi memperebutkan 257 kursi Parlemen sekaligus memilih Konstituante. Hasil Pemilu yang menonjol PM 57 kursi (23.3%), Masyumi 57 kursi (20,9%), NU 45 kursi (18,4 96), dan PKI 39 kursi (16,4 % ). Kabinet diisi oleh orang orang dari Masyumi, NU dan PNI. Sedangkan, PKI tidak mendapat jatah Kabinet.

Walaupun orang orang PKI tidak duduk di Kabinet, tetapi orang orang PKI dipercaya Presiden Sukarno sebagai Pejabat Staf Ahli yang berada di sekitar Presiden, sehingga dapat memengaruhi kebijakan Presiden Sukarno.

Pada pemilu 1955, Pak Nas terpilih sebagai anggota Konstituante dari partai IPKI pemilihan daerah Jawa Tengah. Namun, kesempatan itu harus ditinggalkan karena Pak Nas diangkat sebagai KSAD ke V, sekaligus diangkat sebagai Menteri Keamanan Nasional yang bertanggung jawab atas kemanan terselenggaranya Konferensi Asia Afrika di Bandung.

Pada saat itu, Kapten Westerling (mantan angguta KNIL) melakukan pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) dan dibantu DI Tll Kartosuwiryo, merencanakan penculikan terhadap para Kepala Negara Asing yang akan mengikuti sidang Konferensi Asia Afrika. Rencana APRA dan DI TII dapat digagalkan pasukan Siliwangi pimpinan Kolonel AE Kawilarang, sehingga KAA berjalan lancar dan berhasil merumuskan Dasa Sila Bandung. Dengan masuknya orang orang PKI di sekitar Presiden Sukarno dan bergantinya Demokrasi Liberal menjadi Demokrasi Terpimpin, sehingga semua kekuasaan berada pada Presiden Sukarno.

Keadaan ini mendorong para Pimpinan Militer Daerah menganggap bahwa Pimpinan Pusat telah terpengaruh oleh Komunis, sehingga mendirikan Dewan Daerah. Berdirilah Dewan Banteng di Padang Sumatera Barat. Dewan Gajah di Medan Sumatera Utara, Dewan Garuda di Sumatera Selatan dan Dewan Manguni di Sulawesi. Para Pimpinan Dewan, yaitu Panglima TT mengambil alih kekuasan dari Pemerintah Daerah.

Atas kejadian ini Presiden Soekarno marah dan meminta KSAD Kolonel A.H. Nasution untuk memecat para Panglima TT yang terlibat. Menghadapi desakan Presiden Soekarno, KSAD mengutus beberapa Perwira untuk melakukan pendekatan kepada Panglima ‘Tl’ yang tergabung dalam Dewan, namun hanya Panglima TT Sumatera Selatan yang berhasil, sedangkan Panglima Tr Medan, Padang dan Sulawesi justru memisahkan diri dan kemudian mendirikan PRRI di Sumater Permesta di Sulawesi.

Karena perbedaan pendapat dengan Presiden Soekarno yang dianggap telah condong kepada komunis. Wakil Presiden Drs. M Hatta dan Bapak Safrudin Prawira Negara (Presiden PDRI) ikut bergabung kepada PRRI, juga Kolonel Alex Evert Kawilarang yang saat titu menjabat sebagai atase Pertahanan RI di Amerika Serikat bergabung dengan Permesta dan diangkat sebagai Panglima Besar Permesta.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here